Ganggu Industri Sawit, Kemtan Tolak Konsep IPOP

sawitJAKARTA. Kehadiran konsep The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) yang diteken lima perusahaan dengan alasan menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan mendapat penolakan Kementerian Pertanian (Kemtan).

Adapun, kelima perusahaan yang terlibat dalam IPOP adalah Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri, dan Asian Agri. Mereka berkomitmen untuk tidak membeli kelapa sawit milik petani yang ditanam pada lahan yang memiliki karbon tinggi atau high carbon stock (HCS).

Kemtan berpendapat, konsep IPOP ini telah menggerogoti kedaulatan nasional dengan menetapkan standar sendiri yang akhirnya merugikan petani dan perusahaan sawit kecil.

Daripada bikin IPOP, kelima perusahaan ini diminta untuk menjalankan Indonesia sustainability palm oil (ISPO) sebagai konsep industri sawit berkelanjutan yang didorong pemerintah.

Mukti Sardjono, Staf Ahli Menteri Pertanian (Mentan) Bidang Lingkungan meminta agar manajemen IPOP menghormati aturan yang ada dan berlaku di Indonesia. “Para pelaku usaha perkebunan sawit harus taat, jangan buat aturan main sendiri,” ujar Mukti, Senin (14/9).

Menurutnya, pemerintah hanya akan menjaga industri sawit dengan kebijakan dalam ISPO yang merupakan aturan resmi dan wajib dilaksanakan semua pelaku usaha sawit di Indonesia.

Mukti bilang, setelah lima perusahaan besar kelapa sawit meneken kesepakatan komitmen sawit berkelanjutan versi IPOP, dampaknya langsung terasa di tingkat petani. Sebab, harga tandan buah segar (TBS) jatuh lantaran perusahaan yang meneken IPOP tidak mau membeli sawit mereka karena dinilai tidak mengikuti aturan yang disyaratkan oleh manajemen IPOP.

Karena itu, dalam waktu dekat, Kemtan akan memanggil lima perusahaan sawit raksasa ini untuk membicarakan masalah tersebut.

Asman Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah untuk mencari solusi atas masalah ini. Sebab, penerapan IPOP ini sudah berdampak luar biasa. “TBS petani di Aceh dan Padang Lawas (Sumatera Utara) tidak bisa masuk ke Wilmar lagi,” tutur Asmar. Lantaran tidak terserap di perusahaan besar, TBS petani itu dijual ke pabrik kelapa sawit (PKS) kecil untuk pasar lokal namun dengan harga lebih rendah.

Asman menyebut, lima perusahaan yang meneken IPOP ini ditekan pihak asing, sehingga tak mau lagi membeli TBS petani sawit.

Dampak buruk penerapan IPOP tidak hanya dirasakan petani, tapi juga perusahaan sawit sekelas PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Sunggu Situmorang, Senior Head Corporate Finance and Government Relation PT Sawit Sumbermas Sarana juga mengaku menjadi korban penerapan IPOP ini.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar