JAKARTA. Bisnis tambang timah ilegal tampaknya bakal sulit bergerak bebas. Pemerintah kembali mengetatkan kegiatan ekspor timah lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 33 /2015. Ini adalah revisi dari aturan sebelumnya yakni No 44/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, perubahan kebijakan untuk mengurangi dampak buruk atas kerusakan lingkungan khususnya di Bangka Belitung. “Kebijakan baru Permendag No 33/2015 berlaku 1 Agustus 2015,” kata dia dalam konferensi pers, Selasa (19/5).
Beleid anyar ini memuat lima ketentuan. Pertama, hanya ada tiga jenis produk timah bisa diekspor, yakni, timah murni batangan berkadar Sn 99,9%, timah solder Sn 99,7%, serta barang lainnya dari timah berkadar Sn 96%.
Barang lain dari timah yang boleh diekspor seperti, produk berbentuk pelat, lembaran, strip, foil, pembuluh, pipa, alat kelengkapan pembuluh atau pipa, tempat atau kotak sigaret, asbak, peralatan rumah tangga, dan tabung yang bisa dilipat. “Selain barang-barang di atas tidak bisa diekspor,” kata dia.
Kedua, Kemdag mewajibkan produk timah batangan diperdagangkan lewat bursa, baik untuk kegiatan ekspor maupun perdagangan di dalam negeri. Tujuannya, untuk menertibkan kegiatan perdagangan timah batangan yang berfungsi sebagai bahan baku industri solder maupun produk lainnya.
Bahkan, produk timah solder maupun timah bentuk lain yang akan diekspor, harus menunjukkan bukti bahan baku timah batangan diperoleh dari perdagangan di bursa di tanah air.
Gobel juga menegaskan dirinya tak mempersoalkan bila di perdagangan timah tersebut dilakukan lebih dari satu bursa. Saat ini, timah hanya diperdagangkan di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau BKDI.
Ketiga, rekomendasi eksportir terdaftar (ET) timah batangan dialihkan yang semula di gubernur setempat, kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Nah, izin usaha pertambangan (IUP) hanya bisa untuk mendapatkan rekomendasi ET tersebut apabila telah memenuhi syarat clean and clear (CnC).
Keempat, timah murni batangan hanya dapat diekspor apabila bahan baku bijih timahnya diperoleh dari IUP yang berstatus CnC, serta sudah melunasi pembayaran royalti. Kelima, rekomendasi ekspor untuk ET timah solder dan ET barang lainnya dari timah diterbitkan oleh Kementerian Peridustrian.
Penambang ilegal
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengakui, aturan lama masih memiliki celah bagi pengusaha nakal untuk melakukan ekspor secara ilegal. “Karena itu perlu dibuat lebih terperinci akan mempersulit orang-orang yang selama ini merugikan negara,” ujar dia.
Jabin Sufianto, Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mengatakan, pihaknya optimistis pengetatan ekspor timah dapat berdampak positif. Baik untuk meminimalkan kerusakan lingkungan sekitar tambang maupun untuk mendongkrak harga jual. “Kebijakan ini sangat bagus,” kata dia.
Sayangnya, jangka waktu yang lama yakni hingga 1 Agustus 2015 bisa memberikan peluang bagi penambang ilegal untuk menggenjot volume ekspor. “Takutnya ada pihak yang akan memanfaatkan waktu yang tersisa untuk ekspor secara besar-besaran,” kata Agung Nugroho, Corporate Secretary PT Timah Tbk.
Namun, Rachmat menegaskan dirinya menjamin selama jangka waktu dua setengah bulan ke depan, ekspor timah tidak meningkat tajam dan tetap normal dengan volume sekitar 5.000 ton per bulan. Asal tahu saja, hingga April 2015, produksi timah batangan mencapai 24.573 ton, di mana lebih dari 90% ditujukan untuk kebutuhan ekspor.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar