Sekarang kita masuk ke pembahasan metode pemeriksaan selanjutnya, yaitu Metode Perbandingan Kekayaan Bersih. Metode Perbandingan Kekayaan Bersih dilakukan dengan menghitung selisih kekayaan bersih Wajib Pajak pada saat awal dan akhir tahun. Metode ini membandingkan antara jumlah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak dengan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Bila jumlah harta lebih besar dibandingkan dengan jumlah kewajiban, dapat dipastikan besarnya adalah jumlah kekayaan bersih.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri dapat digunakan untuk konsumsi (biaya hidup) dan/atau untuk menambah kekayaan, sehingga penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dapat dihitung dengan menjumlahkan pertambahan kekayaan bersih dengan biaya hidup.
Untuk mempermudah perhitungan, dibuatlah formula untuk menghitung penghasilan bruto dalam rangka pemeriksaan sesuai SE-65/PJ/2013 adalah sebagai berikut:
Kekayaan Bersih akhir tahun |
+/+ |
Kekayaan Bersih awal tahun |
-/- |
Kenaikan (pengurangan) kekayaan bersih |
+/- |
Biaya Hidup |
+/+ |
Penghasilan bukan objek/PPh Final |
-/- |
Penghasilan bruto |
xxx |
Untuk Wajib Pajak yang kekayaannya jelas dan dapat dilihat kenaikan hartanya dari tahun ke tahun, dapat dipastikan kenaikan harta tersebut merupakan tambahan penghasilan Wajib Pajak tersebut. Dan berikut adalah beberapa contoh perhitungannya:
Contoh 1, harta WP dari tahun 1995-2005 adalah sebagai berikut.
Mobil Rp200 juta tahun 1999
Rumah Rp190 juta tahun 1995
Kendaraan Rp10 juta tahun 2000
Tanah Rp1 miliar tahun 2003
Saham Rp5 miliar tahun 2004
Deposito Rp100 juta tahun 2005
Dengan demikian, langkah I jumlah harta WP dari tahun 1995 s.d. 2005 adalah = Rp 6,5 miliar
Dari data tersebut tambahan kenaikan tiap tahun dapat kita buat dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tahun |
|||||
1995 |
1999 |
2000 |
2003 |
2004 |
2005 |
190 juta | 200 juta | 10 juta | 1 miliar | 5 miliar | 100 juta |
Langkah II: Minta daftar utang selama ini. Dan didapati daftar utang adalah sebagai berikut;
utang Bank BCA Rp100juta tahun 1995
utang dari perusahaan Rp100juta tahun 1999
utang dari Bank Mandiri Rp500juta tahun 2003
Dengan demikian, jika dikaitkan kekayaan bersih, hasilnya adalah sebagai berikut:
Tahun |
||||||
Uraian |
1995 |
1999 |
2000 |
2003 |
2004 |
2005 |
Harta |
190 juta |
200 juta |
10 juta |
1 miliar |
5 miliar |
100 juta |
Utang |
100 juta |
100 juta |
0 |
500 juta |
0 |
0 |
Kekayaan |
90 juta |
100 juta |
10 juta |
500 juta |
5 miliar |
100 juta |
- Dari data tersebut dapat dipastikan selisih antara jumlah harta dan hutang Wajib Pajak untuk tahun-tahun pajak tersebut adalah pendapatan neto yang harus dikenakan pajak
- Untuk memastikan apakah pendapatan tersebut telah dilaporkan atau belum dalam SPT Wajib Pajak dan berasal dari tahun-tahun sebelumnya atau bukan, pemeriksa harus melihat SPT sejak ia memperoleh NPWP.
Langkah III: Minta SPT selama ini dan ditemukan SPT Wajib Pajak sebagai berikut:
Uraian |
NPWP |
||||||
1999 |
2000 |
2001 |
2002 |
2003 |
2004 |
2005 |
|
Penghasilan Neto |
10 juta |
20 juta |
50 juta |
100 juta |
200 juta |
400 juta |
500 juta |
Dari data tersebut dapat dijelaskan :
- Wajib Pajak mulai memperoleh NPWP sejak tahun 1999, dengan demikian untuk tambahan kekayaan neto tahun 1999 tidak dilaporkan Wajib Pajak.
- Tahun 1999, SPT Wajib Pajak menyatakan Penghasilan Neto sebesar Rp 10 juta sedangkan penambahan kekayaaan bersih Rp 100 juta.
- Tahun 2000, kekayaan naik Rp 10 juta sedangkan di SPT Rp 20 juta, dengan demikan SPT Wajib Pajak dianggap benar.
- Tahun 2003, kekayaan WP meningkat sebesar Rp 500 juta, sedangkan penghasilan neto dari tahun 2000 s.d. 2003 yang tersedia untuk menambah harta di tahun 2003 adalah sebagai berikut:
Tahun 2000 Rp 10 juta (Rp 20 juta dikurang Rp 10 juta untuk pembelian harta)
Tahun 2001 Rp 50 juta
Tahun 2002 Rp 100 juta
Tahun 2003 Rp 200 juta
Jumlah Rp 360 juta
Dana yang dibutuhkan untuk menambah harta pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 500 juta (Rp 1 Miliar dikurang hutang Rp 500 juta). Namun total pendapatan yang dilaporkan Wajib Pajak dari tahun 2000 s.d 2003 adalah sebesar Rp 360 juta. Dengan demikian, Wajib Pajak belum melaporkan penghasilan netonya sebesar Rp 140 juta untuk tahun pajak 2003.
- Tahun 2004, ada pertambahan kekayaan Wajib Pajak bertambah menjadi Rp 5 miliar, tidak ada utang. Padahal penghasilan yang dilaporkan pada SPT Wajib Pajak untuk tahun 2004 adalah Rp 400 juta, sehingga dapat dipastikan adanya penghasilan neto yang tidak dilaporkan sebesar Rp 4,6 miliar.
- Tahun 2005, kekayaan Wajib Pajak bertambah Rp 100 juta, sedangkan SPT penghasilan netonya sebesar Rp 500 juta dan ini berarti wajar.
Berdasarkan formula SE-65/PJ/2013, jika dikurangi dengan biaya hidup, maka penghasilan yang tidak dilaporkan akan lebih besar lagi.
Contoh kedua
- Jika pemeriksa pajak melakukan audit terhadap data sebagai berikut:
- Wajib Pajak seorang yang kaya raya, penghasilan neto selama setahun sebesar Rp 1 miliar di SPT;
- Memiliki saham di beberapa perusahaannya senilai Rp 70 miliar;
- Usia Wajib Pajak saat ini adalah 60 tahun.
- Analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
- Misal masa usia produktif 35 tahun, maka penghasilan Wajib Pajak selama 35 tahun seharusnya sebesar Rp 35 miliar;
- Sedangkan Wajib Pajak memiliki saham sebesar Rp 70 miliar;
- Dengan demikian penghasilan neto yang tidak dilaporkan minimal Rp 35 miliar.
- Jika dikurangi dengan biaya hidup, maka penghasilan yang tidak dilaporkan akan lebih besar lagi.
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pemeriksaan Pajak
Tinggalkan Balasan