Realisasi anggaran terbentur sistem organisasi dan birokrasi ribet
Kalau anda bertemu seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di kementerian, cobalah bertanya: mengapa realisasi anggaran negara kuartal I kemarin lambat? Kemungkinan besar ia akan menjawab, itu terjadi lantaran kekosongan pejabat setingkat eselon I dan II. Banyak pejabat yang masih berstatus pejabat pelaksana tugas alias Plt. Demikian jawaban dari semua PNS yang diwawancarai KONTAN, pekan lalu.
Kekosongan pejabat ini, berakibat pada pengambilan keputusan. Khususnya, eksekusi atas berbagai program-program pemerintah. Sebagai contoh saja, program nasional bertajuk program pengurangan pekerja anak untuk mendukung program keluarga harapan (PPA-PKH). Harapannya, lewa PPA-PKH di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), tahun 2022 nanti sudah tidak ada lagi pekerja anak di Indonesia.
Biasanya, PPA-PKH di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (Binwasnaker) ini sudah berjalan sejak Februari. Namun, lantaran realisasi anggaran yang lamban, program ini sampai sekarang belum juga dimulai. Selain itu, direktur jenderal (Dirjen) masih berstatus plt lantaran pejabat sebelumnya, Mochtar Lutfie, pensiun bulan Desember 2014.
Seorang PNS level menengah di Kemenaker bilang, hanya pejabat di Binwasnaker yang berstatus Plt. “Tetapi pejabat eselon I dan II yang lain di Kemenaker belum dilantik ulang semua,” ujarnya.
Situasi sama terjadi di Kementerian Perindustrian (Kemperin). Menurut Kepala Biro Perencanaan Kemperin Sanwani Mahmud, realisasi anggaran yang terlambat ada beberapa sebab. Pertama, Anggaran Pendaoatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 baru disetujui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 13 Februari 2015.
Setelah disetujui, biasanya akan memakan waktu lantaran harus melalui serangkaian pembahasan, review, pengkajian, persetujuan pejabat, dan lain-lain. “Selesai dari Kementerian Keuangan (Kemkeu) bulan Mei lalu. Baru minggu lalu daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) selesai,” ujar Sanwani.
Kedua, menunggu proses penggabungan dan perubahan nomenklatur sejumlah kementerian. Djoko Mursito, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), juga mengamini. Kucuran anggaran pada akhirnya harus menunggu nomenklatur itu selesai. Kementerian PU-PR melantik 11 pejabat eselon I baru 5 Mei 2015 lalu.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluh, kekosongan pejabat eselon I dan II bisa mengambat gerak dan kerja birokrasi kementerian meski anggaran sudah cair sekalipun. Malah, termasuk pejabat eselon III dan IV. Selain itu, regulasi kepegawaian juga sangat rumit.
Catatan saja, pengisian pejabat setingkat eselon I dan II memang menjadi rumit sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk mengangkat pejabat eselon I dan II, harus ada semacam lelang yang syarat-syaratnya juga cenderung tak mudah. Memang, UU ini punya tujuan baik, yaitu menjaring pejabat yang berkualitas dan betul-betul kompeten.
Cuma, jadi hal menggelikan jika urusan sistem organisasi seperti ini menjadi satu-satunya alasan realisasi anggaran seret mengucur. Pasalnya, tengoklah dampak yang pada akhirnya sampai pada melambatnya pertumbuhan ekonomi, kerontokan harga saham alias Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) gara-gara duit investor asing kabur dari pasar saham – Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil pun mengakui, APBNP yang baru sah pada bulan Februari serta proses nomenklatur kementerian merupakan penyebab utama lambatnya realisasi anggaran pemerintah kuartal I-2015.
Sampai akhir April, realisasi penggunaan dana belanja sudah mencapai Rp 440 triliun atau 22,18% dari target tahun ini. Realisasi tersebut memang mengalir unutk belanja modal kementerian, tapi sebagian besar merupakan belanja pegawai.
Di kementerian PU-PR, Sekretarid Jenderal Taufik Widjoyono mengatakan, bulan Mei ini berbagai proyek infrastruktur akan mulai bergerak. Per 5 Mei 2015, proses lelang paket proyek infrastruktur sudah 80,1% alias Rp 68,4 triliun. Sehingga, proyek infrastruktur yang belum selesai lelang tinggal 19,9% saja atau sekitar Rp 17 triliun. “Saat ini, realisasi keuangan (anggaran) 5,22% senilai Rp 6,2 triliun,” ujar Taufik ke KONTAN, Rabu (13/5).
Angka ini tentu cukup menggembirakan mengingat pada pertengahan April 2015 lalu, realisasi anggaran masih 2,41% dari target sekitar 11,07%. Lalu, di akhir April sudah mencapai 3,12% atau sekitar Rp 3,7 triliun. Catatan saja, pos belanja Kementerian PU-PR memperoleh jatah paling besar diantara kementerian lainnya, dari Rp 84,9 triliun di APBN 2015 menjadi Rp 118,5 triliun pada APBNP 2015.
Jika sampai akhir tahun 2015 masih tersisa enam bulan setengah lagi atau dibulatkan menjadi tujuh bulan, artinya PU-PR rata-rata harus menyalurkan anggaran sekitar Rp 16,07 triliun tiap bulan. Tentu, jika target realisasi sempurna 100%. Sebab, sisa anggaran masih Rp 112,5 triliun.
Dari sejumlah kementerian, kementerian pertahanan tercatat paling tinggi merealisasikan anggarannya, yaitu 16,03% atau sekitar Rp 16,4 triliun dari alokasi belanja sebesar Rp 102,3 triliun. Melihat data realisasi itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani masih optimistis realisasi anggaran akan lebih cepat di triwulan II nanti.
Pasalnya, kata dia, dana sisa lebih penggunaan anggaran (SILPA) dan DIPA sudah selesai saat ini. Per 28 April lalu, DIPA 55 kementerian / lembaga (K/L) yang mengalami perubahan sudah Rp 135,2 triliun atau sekitar 91,2% dar nilai total sebesar Rp 148,2 triliun. “Juni realisasinya akan lebih cepat lagi dan memasuki triwulan ketiga hingga triwulan keempat akan cenderung meningkat,” ujar Askolani ke KONTAN, Rabu (13/5).
Sayang, Askolani belum bisa memastikan target nilai realisasi anggaran per triwulan. Yang jelas, lanjutnya, pemerintah baru saja membikin tim evaluasi dan pengawasan realisasi anggaran (TEPRA). Setiap bulan, tim akan mengawasi dan mencermati hambatan yang ada di K/L. Tim diketuai oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dan didampingi wakil ketua dari Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan anggota yang berasal dari lintas kementerian.
Asal anda tahu, lambatnya realisasi anggaran memang sudah jadi macam “penyakit” di negeri ini selama bertahun-tahun. Padahal, realisasi belanja modal berdampak cukup besar bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data historis, tahun 2005-2013, rata-rata serapan bujet sekitar 95,6%, di mana belanja subsidi masih tertinggi dan belanja barang di posisi terendah.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar