Pengusaha Menolak Kenaikan Tarif Listrik

lMulai 1 Juni, PLN kembali menaikkan lima golongan tarif listrik nonsubsidi

JAKARTA. Pengusaha keberatan kebijakan PT PLN (Persero) yang menaikkan lagi tarif listrik bagi pelanggan komersial atau nonsubsidi pada Juni ini. Selain akan mengerek harga barang-barang, dampak kenaikan tarif listrik dinilai akan mengancam keberlangsungan industri nasional.

Satria Hamid, Sekjen Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mengatakan, sangat sulit bagi kalangan industri untuk menerima kenaikan tarif listrik. Dalinya, komponen listrik menyumbang biaya operasional perusahaan 40%.

Dengan naiknya tarif listrik nonsubsidi, lanjut Satria, otomatis akan mengerek harga jual produk ritel secara bertahap. Hitungan Satria, dampak kenaikan tarif listrik akan mengerek harga produk 10%.

Karena itu, Satria berharap pemerintah mengkaji ulang kenaikan tarif listrik. “Pokoknya kami melihat, kenaikan tarif listrik ini akan menyulitkan dunia usaha, terutama industri ritel yang salah satu komponen utamanya dari listrik,” kata Satria, Selasa (2/6).

Senada dengan Satria, ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menimpali, kebijakan kenaikan tarif listrik bagi pelanggan komersial atau non subsidi telah menunjukkan pemerintah tidak pro kepada pengusaha dalam negeri.

 

indexTerancam Bangkrut

Pasalnya, kata Ade, dengan kenaikan tarif listrik, industri tekstil dan produk tekstil kian terancam bangkrut alias gulung tikar. Catatan Ade, andil penggunaan listrik terhadap biaya produksi di industri tekstil mencapai sekitar 20%.

Pemerintah juga dinilai tidak peka terhadap industri tekstil domestik. Padahal, saat ini, industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi gempuran produk impor. Karena itu, kata Ade, pengusahan tekstil hanya bisa pasrah dalam menyikapi kenaikan tarif dasar listrik nonsubsidi.

Ade mengaku, pengusaha tekstil tak punya pilihan untuk menyiasati kenaikan tarif listrik, seperti menaikkan harga jual. “Bagaimana mau menaikkan harga produk. Sekarang harganya diturunkan saja tidak ada yang mau beli lagi. Bagi kami, kenaikan tarif listrik ini sama saja perintah bagi kami untuk mati,” tutur Ade.

Sebelumnya, PT PLN kembali menaikkan tarif listrik bagi pelanggan komersial atau nonsubsidi per 1 Juni 2015. Ini merupakan kenaikan tarif kedua kalinya, setelah pada bulan Mei lalu pabrik setrum itu juga mengerek naik tarif listrik.

Pada 1 Mei lalu, PLN menaikkan tarif golongan listrik nonsubsidi yang cukup signifikan, berkisar Rp 48,92-Rp 72,2 per kWh. Kenaikan tersebut, terjadi pada tarif listrik golongan rumah besar sampai rumah mewah dan rumah makan hingga restoran. Selain itu, tarif listrik untuk golongan mal serta industri menengah dan besar.

Adapun, tarif listrik nonsubsidi untuk lima golongan pelanggan yang naik pada Juni ini sebesar Rp 9,43 (0,62%) dibandingkan bulan sebelumnya jadi Rp 1.524,24 per kWh.

Kelima golongan pelanggan itu adalah rumah tangga menengah R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, rumah tangga besar R3 berdaya 6.000 VA ke atas, bisnis menengah B2 6.600-200.000 VA, kantor pemerintah P1 6.000-200.000 VA, dan penerangan jalan umum P3.

Sementara itu, tarif pelanggan listrik nonsubsidi lainnya, yakni bisnis besar B3 di atas 200.000 VA, industri besar I3 di atas 200.000 kVA, dan pemerintah P2 di atas 200 kVA ditetapkan Rp 1.200,65 per kWh atau naik dibandingkan Mei Rp 1.193,22 per kWh.

Kemudian, tarif listrik untuk pelanggan industri besar I4 bedaya 30 MVA ke atas naik menjadi Rp 1.070,42 per kWh. Pada Mei, tarif I4 masih sebesar Rp 1.063,8 per kWh.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar