Reinventing Policy Pajak Sepi Peminat

3D person carrying the word tax isolated over a white background

3D person carrying the word tax isolated over a white background

Rencana kebijakan tax amnesty menjadikan program reinventing policy masih sepi peminat.

JAKARTA.  Hasil  kebijakan yang  kurang matang  dalam perencanaan tidak akan optimal.  Ini  terjadi di Direktorat Jenderal  (Ditjen)  Pajak Kementerian  Keuangan  (Kemkeu): meski sudah mengeluarkan berbagai strategi, penerimaan pajak masih  jauh dari target  gara-gara  kebijakan yang tumpang tindih.
Masalah  yang  terbaru  terkait dengan kebijakan penghapusan sanksi administrasi bagi wajib pajak yang melunasi utang pajaknya dan membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajaknya alias reinventing policy. Insentif bagi wajib ini berjalan tak efektif. Padahal, kebijakan yang hanya berlaku hingga akhir tahun ini merupakan  salah  satu  jurus andalan Ditjen  Pajak  untuk mengejar target pajak.
Kebijakan  ini  dinilai  sepi peminat karena wajib pajak menunggu  rencana pengampunan pajak atau tax amnesty.  Memang,  tax amnesty masih wacana, tapi belakangan ini kabar bahwa pemerintah akan menerapkannya semakin kencang berembus.
Asal tahu saja, penghapusan sanksi  administrasi  berupa bunga 2% per bulan atas utang pajak  telah berlaku sejak 13 Februari 2015. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 29/PMK.03/2015 yang menyebutkan  penghapusan  sanksi dilakukan apabila wajib pajak melunasi utang pajaknya sebelum 1 Januari 2016.

 

Adapun utang pajak yang dibayarkan yaitu utang pajak 2009-2014.Termasuk dalam kebijakan reinventing policy ialah penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian dan pembetulan SPT serta keterlambatan penyetoran pajak. Aturan yang berlaku 30 April 2015 ini tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.03/2015. Insentif ini berlaku selama tahun pajak 2009 hingga 2014.
Sayangnya, kedua jurus ini sepi  peminat.  Pada  Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, misalnya, belum ada satu pun wajib pajak yang mengajukan dua fasilitas ini.  Padahal,  Kanwil  Ditjen Pajak  Jakarta Khusus berisi wajib pajak orang asing maupun wajib pajak badan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA).
Artinya, kanwil ini memiliki potensi pajak yang besar. Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, M Hanif mengatakan, potensi utang pajak di kantor  ini yang dapat dicairkan mencapai Rp 1,3  triliun. “Biasa, wajib pajak PMA  ini hitung-hitungan.  Saya  lihat sendiri  dan  mereka  ingin mengikuti PMK 91. Tapi belum mereka  lakukan,”  kata Hanif, Jumat (19/6) lalu.
Para wajib pajak PMA tampaknya masih bimbang apakah akan memanfaatkan  reinventing policy atau  menunggu pengampunan pajak (tax amnesty) yang telah didengung-dengungkan  pemerintah. Hanif menyebutkan, bahwa wajib pajak lebih tertarik dengan tax amnesty.
Kendati demikian, Hanif masih berharap pada sisa waktu enam bulan ini agar wajib pajak bisa memanfaatkan fasilitas  tersebut.  “Kami juga sudah sosialisasikan bahwa  tax amnesty itu hanya untuk merepatriasi aset di luar negeri,” ungkap Hanif.
Salah komunikasi Hal yang sama diungkapkan Kepala Kanwil Ditjen Pajak Bali, Wahju Karya Tumakaka. Pelunasan  utang  pajak  dan reinventing policy belum memiliki daya tarik bagi wajib pajak yang  terdaftar di delapan  KPP  di  bawah  Kanwil Ditjen Pajak Bali. “Baru ada beberapa yang mengajukan fasilitas penghapusan sanksi pajak, para wajib pajak lebih menunggu  fasilitas  tax amnesty,” ujar Wahyu. Sebelumnya, sudah ada dua kebijakan perpajakan yang kandas di tengah jalan. Pertama,  kebijakan wajib lapor bukti potong bunga deposito.
Kedua, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas layanan jalan tol. Tak heran, sejauh ini kinerja penerimaan pajak masih jauh dari target dan bahkan merosot jika dibandingkan perolehan pada tahun lalu. Hingga 31 Mei 2015, penerimaan pajak hanya mencapai Rp  377,028 triliun atau 29,13% dari target. Angka  ini  juga masih  lebih rendah  2,44%  dibandingkan penerimaan pajak pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai, komunikasi pemerintah  terhadap wajib pajak tentang keuntungan yang akan diperoleh oleh wajib pajak jika menggunakan fasilitas penghapusan sanksi administrasi  sekaligus  tata caranya, masih  sangat minim. Sebab, selama ini pemerintah hanya mendengungkan bahwa Ditjen  Pajak memiliki  fasilitas tersebut untuk wajib pajak.
Ronny meramalkan, meski telah meluncurkan kebijakan tersebut, Ditjen Pajak  tetap akan kesulitan mencapai target penerimaan tahun ini. Sementara kebijakan tax amnesty juga belum bisa dijadikan tumpuan lantaran belum ada  kepastian kapan kebijakan tersebut akan diterapkan.
Bahkan, bukan tidak mungkin tax amnesty menjadi bumerang bagi pemerintah karena konsepnya adalah repatriasi aset. Konsep ini dinilai tidak sesuai harapan wajib pajak. Sebab,  wajib  pajak  hanya ingin pengampunan dan pengakuan atas asetnya, bukan repatriasi aset.

 

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar