JAKARTA. Pemerintah memberi insentif lagi. Kali ini berupa pembebasan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan air bersih non kemasan. Atas kebijakan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan harus rela kehilangan sejumlah penerimaan pajak.
Insentif ini tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. Presiden Joko Widodo telah menandatangani beleid ini sejak 23 Juni lalu dan kini telah berlaku efektif.
Pasal 3 aturan ini menyatakan penyerahan air bersih yang dibebaskan PPN, yaitu air bersih yang belum siap untuk diminum dan atau air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum), tetapi tidak termasuk air minum dalam kemasan. Pembebasan PPN 10% ini berlaku untuk perusahaan air bersih yang menjadi pengusaha kena pajak (PKP).
Aturan ini merupakan revisi PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. Di aturan ini, air bersih yang terbebas PPN yaitu air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh perusahaan air minum.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, beleid ini untuk memperluas objek pajak yang terbebas dari pengenaan PPN, khususnya objek pajak yang langsung dikonsumsi masyarakat. Ini untuk mengantisipasi air dari perusahaan daerah air minum (PDAM) yang kini bisa langsung diminum oleh masyarakat.
“Aturan ini juga untuk mempertegas pembebasan PPN untuk penyediaan air minum oleh kalangan swasta di kawasan berikat,” kata Mekar, Senin (13/7).
Aturan ini akan menghilangkan potensi penerimaan PPN. “Tapi nilainya kecil, hanya puluhan hingga ratusan miliar rupiah saja,” tambah Mekar.Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako berpendapat, PPN yang hilang atas kebijakan ini bakal cukup signifikan. Mengingat selama ini wilayah perairan Indonesia sangat luas dan mata air yang tak terhingga jumlahnya.
Sebab itu, agar PPN yang hilang tak terlalu besar, pemerintah harus mempunyai ukuran kuantitas yang jelas dalam penerapan kebijakan ini. Ukuran ini juga penting untuk menghindari terjadinya eksploitasi sumber daya alam.
“Karena PPN-nya sudah dibebaskan, takutnya banyak pihak malah mengeksploitasi. Pemerintah harus ketat mengawasi,” kata Ronny.
Sumber : Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar