Jakarta. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali mencetak rapor merah pada semester I 2015. Periode ini PLN mengalami rugi bersih Rp 10,5 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun lalu masih mencetak laba bersih Rp 14,5 triliun.
“Ini karena kerugian selisih kurs,” terang Adi Supriono, Sekretaris Perusahaan PLN dalam pernyataan tertulis yang diterima kontan, Rabu (29/7). Seperti kita tahu, sejak Januari-Juli 2015 kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah mengalami tekanan atau melemah hingga 7,9%.
Melemahnya rupiah membuat ongkos operasionalnya pembangkit sentrum PLN naik. Pasalnya, mayoritas pembangkit masih pakai bahan bakar minyak (BBM) yang harus diimpor. Saat rupiah melemah beban operasional PLN ikut meningkat. Apalagi, PLN juga memilki kewajiban yang mayoritas juga berbasis dollar AS. Sementara penghasilan PLN selama ini lebih banyak berupa mata uang rupiah.
Meski begitu, manajemen PLN mengaku tak tinggal diam menghadapi gejolak rupiah ini. Adi bilang, PLN terus berupaya mengurangi beban akibat tekanan mata uang garuda ini. Diantaranya, sejak April lalu, PLN melakukan lindung nilai atau hedging, atas kewajiban valas mereka. Hanya saja, ia tidak memerinci berapa besar persentase nilai hedging dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh tempo.
Adi juga mengklaim, PLN juga telah berhasil menurunkan beban usaha Rp 10,4 triliun atau 8,8% pada periode ini. Jika semester I-2014 beban usaha masih sebesar Rp 118,2 triliun, tahun ini sudah susut menjadi Rp 107,8 triliun.
Penurunan beban ini terjadi karena manajemen terus meningkatkan penggunaan bahan bakar pengganti BBM. Diantaranya memperbanyak penggunaan batubara atau energi primer lain yang lebih murah. Di samping itu, penghematan ini di dukung oleh melemahnya harga energi primer seperti melemahnya harga minyak mentah maupun batubara di pasar global.
Selain menghemat, manajemen PLN mengklaim mampu mendongkrak penjualan setrum kepada korporasi. Walhasil angka penjualan PLN pada paruh pertama tahun ini ikut terdongkrak. Jika paruh pertama 2014 penjualan PLN mencapai Rp 85,7 triliun, periode yang sama tahun ini meningkat sebesar Rp 15,5 triliun atau 18,1% sehingga menjadi Rp 101,3 triliun.
Tanpa memerinci berapa persentasinya, Adi menyebut penjualan meningkat terutama dari korporasi. Meski tak dipungkiri lonjakan nilai penjualan ini juga terdorong oleh kebijakkan kenaikan harga, akibat pengurangan angka subsidi kepada beberapa golongan pelanggan. Adapun kenaikan harga jual rata-rata dari Rp 878,44 per Kwh menjadi Rp 1.018,87 per Kwh.
PLN juga mengklaim rasio elektrifikasi meningkat dari 80,1% pada juni 2014 menjadi 40,0% pada Juni 2015.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar