Sudah Loyo, Pebisnis Tertohok Wajib Rupiah

RupiahJAKARTA. Performa rupiah membuat para pebisnis pusing tujuh keliling. Tak Cuma harus melakukan valuasi ulang target bisnis, pebisnis juga kelimpungan, sebagai akibat kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi, sesuai aturan BI Nomor 17/3/PBI/2015.

PT Wijaya Karya Tbk semisal. Sebelumnya, perusahaan ini memiliki lindung nilai natural lantaran menggarap proyek minyak dan gas yang transaksinya menggunakan dollar Amerika Serikat.

Lantaran hukum menggunakan rupiah wajib, perusahaan milik negara ini mematuhi larangan itu. Masalahnya, dalam pengerjaan proyek, mereka membutuhkan dollar karena harus impor peralatan. Salah satu proyek yang harus impor peralatannya adalah proyek listrik.

Dalam kondisi pasar seret pasokan valas, utamanya dollar AS, tentu tak mudah bagi perusahaan ini untuk mendapatkan pasokan. Wijaya Karya kini hanya bisa mengandalkan proyek di luar negeri. “Kalau dollarnya menguat terus, itu bisa bahaya,” ujar Suradi Wongso Suwarno, Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk, Rabu (26/8).

Haryadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menambahkan, kewajiban transaksi rupiah membuat pengusaha yang mengandalkan bahan baku impor semakin terjepit.

Apalagi, penghasilan mereka rupiah. Mencari dollar saat rupiah terguncang, jelas beresiko. Pengusaha bisa mengalami kerugian kurs yang lumayan. Kondisi ini, “Masih harus ditambah dengan beban produksi perusahaan yang juga jadi ikut naik,” ujar Haryadi masygul.

Lebih ribet lagi, penjual peninjauan kembali harga beli. Apalagi, bila performa mata uang penjual juga tengah terguncang dengan dollar AS. “Masalahnya lebih rumit, karena urusan operasional,” ujar Deputi Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Ini menyita waktu yang seharusnya bisa digunakan ke kegiatan produktif.

Pengusaha juga menilai, beleid ini tak ampuh untuk mengekang kendali dollar AS. Makanya, Direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk Uthan M. Arief Sadikin sangsi efek aturan BI akan membuat otot rupiah kuat.

Lihat saja, catatan Bloomberg, rupiah di pasar spot Rabu (26/8) pukul 20:38 WIB berada di rekor terendah Rp 14.133 sepanjang massa.

Penilaian Rachmat Gobel Komisaris Utama PT Panasonic Gobel Indonesia, yang juga mantan Menteri Perdagangan, kebijakan BI untuk mendukung penguatan rupiah jangka panjang. Meski, jangka pendek, kebijakan ini merepotkan pengusaha.

Mochtar Riady, Chairman Lippo Group menyarankan, pemerintah mengimbangi kebijakan BI dengan strategi memperkuat ekspor. Dengan begitu, beleid wajib rupiah akan menuai hasil.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar