| Pungutan di Bursa Saham Indonesia | |
| Biaya Emiten | |
| Jenis Biaya | Nominal |
| Biaya pencatatan awal papan utama (fee listing) | Rp 25 juta- Rp 250 juta |
| Biaya pencatatan tahunan (annual listing) | Rp 50 juta- Rp 250 juta |
| Biaya pencatatan saham tambahan | Rp 10 juta- Rp 150 juta |
| Biaya Penerbitan Obligasi | |
| Jenis Biaya | Nominal |
| Biaya Pendaftaran awal (joining fee) | Rp 15 juta |
| Biaya Tahunan (annual fee) | Rp 10 juta |
| Pelaksanaan tugas agen pembayaran | Rp 2,5 juta- Rp 10 juta |
| Sumber: IDX dan KSEI | |
Jakarta. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap menaikkan biaya pencatatan tahunan atau annual listing fee. Saat bisnis lesu, kenaikan iuran itu menambah beban emiten.
Kenaikan iuran itu termaktub dalam peraturan BEI tentang pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas selain saham. Annual listing fee Rp 500.000 untuk kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi saham terkini emiten. Kini, rentang biayanya menjadi minimal Rp 50 juta hingga maksimal Rp 250 juta.
Aturan sebelumnya, annual listing fee Rp 500.000 setiap kelipatan Rp 1 miliar dari modal disetor emiten. Minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 100 juta.
Memang aturan baru ini sudah bergulir sejak awal tahun 2015. Namun kini dampaknya mulai terasa. Sebab, banyak emiten saham yang harus membayar kenaikan iuran tersebut pada Agustus dan September ini di saat bisnis lesu.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia Isaka Yoga, ada sekitar 120 emiten keberatan atas kenaikan annual listing fee. Dia menyarankan, jika BEI hendak menaikkan annual listing fee, sebaiknya bertahap dengan persentase wajar, antara 10% hingga 15%.
Salah satu yang keberatan adalah PT Yanaprima Hastapersada Tbk. Menurut Direktur Keuangan Yanaprima Rinawati, emiten ini terkena annual listing fee Rp 167 juta, meroket 406% dari fee tahun lalu Rp 33 juta. “Kami keberatan. Tahun lalu kami rugi dan tahun ini juga diprediksi rugi,” ujar Rinawati kepada KONTAN, Rabu (2/9).
Yanaprima tiga kali mengajukan keberatan. Dari hasil pertemuan dengan direksi BEI, Yanaprima hanya mendapat penundaan hingga 30 November 2015 dari jatuh tempo 31 Agustus 2015. ”Kami bayar Rp 33 juta, mereka bersikukuh kami harus bayar kekurangannya,” keluh Rinawati. Jika tak melunasi, BEI mengancam denda 2% per bulan dari tunggakan dan penghentian sementara perdagangan (suspensi).
Keluhan serupa disampaikan sumber KONTAN di emiten tambang batubara. Mereka harus membayar annual listing fee Rp 250 juta, naik 900% dari tahun lalu Rp 25 juta. Padahal, bisnis batubara sedang jeblok.
Toh, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Samsul Hidayat meminta emiten mengikuti aturan main. “Kenaikan itu aturan. BEI megimplementasikan regulasi dan tak bisa berubah begitu saja,” tegasnya.
Tak cuma di pasar modal, kalangan perbankan, asuransi dan multifinance juga mengeluhkan iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain menambah beban, mereka mempertanyakan penggunaannya.
Toh, OJK tetap keukeuh. “Anggaran negara tengah berat. Itu yang melatarbelakangi OJK tak mengandalkan APBN,” ujar Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK (Tabloid KONTAN, 17 Agustus 2015).
Duh, kok, tak sensitif dengan beban berat industri ya.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar