Formula Upah Diklaim Bakal Dorong Daya beli

12Dalam penentuan formula penghitungan upah kerja, harus ada dasar hukum yang kuat

JAKARTA. Pemerintah telah meirlis paket kebijakan ekonomi jilid III pada Rabu (7/10) lalu. Namun, tak seperti yang dijanjikan sebelumnya, pemerintah tak memasukkan formula penghitungan upah minimum yang diatur dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Pengupahan dalam paket kebijakan yang terbaru itu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, pemerintah tak jadi memasukkan kebijakan pengupahan dalam paket kebijakan jilid III meski sebelumnya sudah ada rencana untuk menyertakannya. Alasannya, “(isi paket kebijakan) Jangan terlalu banyak dulu, nanti melebar terlalu luas, malah jadi tidak fokus,” kata Darmin, Rabu (7/10).

Padahal, sebelumnya Darmin bilang pemerintah telah menyelesaikan RPP Pengupahan yang menjadi dasar hukum penentuan formula Upah Minimum Pekerja.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengakui, pemerintah telah memfinalisasi pembahasan RPP Pengupahan. Sayangnya, ia enggan merinci kapan beleid ini akan terbit. Yang pasti, kata dia, beleid ini akan memberikan kepastian kenaikan upah dan besarannya setiap tahun.

“Penghitungan upah minimum menggunakan formula yang sederhana, adil, bisa diprediksi, dengan mempertimbangkan faktor penting, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk mempertahankan daya beli,” kata Hanif, kemarin.

Catatan saja, sebelumnya KONTAN menulis, RPP tentang Pengupahan yang memuat penghitungan formula kenaikan Upah Minimum berdasarkan tiga indikator, yakni inflasi, tingkat produktivitas buruh (alfa), dan produk domestik bruto (PDB) di tiap kabupaten / provinsi.

Formula yang disusun pemerintah ini juga menhapus peran Serikat Pekerja dalam menegosiasikan Upah. Rumusan formula upah minimum ini pun menuai kritik dari kalangan pekerja. Dan terbaru, formula upah hanya dua: inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bilang, sistem perhitungan Pengupahan dalam RPP Pengupahan tidak berimbang, karena tak melibatkan serikat pekerja. Dengan formula baru ini, kenaikan Upah buruh diperkirakan rata-rata hanya 9,9% per tahun.

 

Pedoman harus kuat

Meski menuai kritik, bagi Menaker, dalam jangka pendek, penghitungan upah minimum dengan formula baru ini menjadi terobosan baru dalam situasi ekonomi seperti saat ini yang sedang melambat.

Sementara dalam jangka panjang, kata Hanif, formula penghitungan upah di RPP Pengupahan akan menciptakan iklim hubungan industrial yang sehat dan produktif.

Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak mengatakan, pemerintah harus cermat dalam menentukan rumusan penghitungan upah pekerja. Menurutnya, ada beberapa aspek yang bisa menjadi pedoman pemerintah dalam merumuskan formula penghitungan upah pekerja.

Beberapa aspek itu antara lain, formula yang ditetapkan harus memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu, formula ini harus ditermia oleh kedua belah pihak, yakni pengusaha dan pekerja.

Menurut Payaman, dalam formula penghitungan upah saat ini, pemerintah memasukkan indikator inflasi yang memiliki dasar hukum lemah. Payaman berpendapat, formula yang memiliki landasan hukum yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan komponen hidup layak yang mencerminkan kebutuhan riil.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar