Tahun Berganti, Teka-teki Baru Menanti

Tahun 2015 yang baru saja lewat menyisakan kenangan ketidakpastian bagi sebagian orang, bahkan kerugian bagi sebagian investor portofolio keuangan. Beberapa indikator ekonomi, bisnis, dan investasi menunjukkan fakta-fakta penurunan. Akankah kisah sendu tahun lalu bakal berulang? Apa saja faktor yang patut menjadi pertimbangan sebelum kita menarik kesimpulan?

Kenaikan Suku Bunga The Fed

Setelah lebih dari setahun menggantung tebakan pasar keuangan seluruh dunia, The Federal Reserve (The Fed) mengambil sikap. Bank sentral Amerika Serikat (AS) itu menaikkan fed fund rate 25 basis poin pada 17 Desember 2015. Tapi bukan berarti ketidakpastian berakhir. The Fed masih akan menjadi pusat perhatian pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia.

Teka-teki kini berubah: kapan dan berapa besar The Fed bakal kembali mengerek suku bunganya? Ekspektasi ini sejalan dengan proyeksi ekonomi AS. International Monetary Fund (IMF), misalnya, yakin ekonomi AS bisa tumbuh 2,8% tahun ini.

Purwoko Sartono, analis senior Panin Sekuritas, memproyeksikan kenaikan fed fund rate cenderung bertahap, per 25 basis poin hingga mencapai 1,375% di pengujung 2016. Namun ekonom Bank BCA David Sumual memprediksi kenaikannya maksimal hanya 50 basis poin. “Dugaan saya, sih, paling banyak hanya dua kali naiknya,” ujarnya.

Bagi Indonesia, kenaikan suku bunga The Fed akan membuat indeks dollar AS menguat. Akibatnya rupiah bakal kembali berdarah-darah. Bagi pasar modal emerging market macam Indonesia, kekuatiran dana asing bakal pulang kampung akan kembali menyeruak.

Keputusan The Fed soal suku bunga biasanya bergantung pada rilis data ekonomi Paman Sam. Terutama data ketenagakerjaan dan tingkat inflasi. Jadi, dua data ini pula lah yang bisa diperhatikan investor sebelum mengambil keputusan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Membaik

Sentimen global memang memunculkan nuansa minor. Untunglah sentimen dari dalam negeri lebih baik. Ekspektasi yang muncul juga terasa lebih wajar dan tidak berlebihan seperti tahun pertama Pemerintahan Joko Widodo.

Pardomuan Sihombing, Direktur PT Recapital Asset Management, memprediksi pertumbuhan ekonomi 2015 hanya akan tercatat 4,8%-4,9%. Namun, dia memperkirakan tahun 2016 akan membaik mejadi 5,1%-5,3%. “Estimasi ini lebih dikontribusi oleh faktor dalam negeri. Kalau eksternal lebih cepat pulih, pertumbuhan kita bisa lebih baik lagi,” ujarnya.

Proyeksi tersebut ditopang oleh belanja pemerintah terutama untuk infrastruktur, kenaikan investasi langsung (direct investment), dan membaiknya daya beli masyarakat. Penyerapan anggaran infrastruktur diyakini lebih baik setelah pemerintah menggelar lelang proyek lebih dini.

Di sisi lain, Purwoko yakin, paket kebijakan deregulasi yang digelar pemerintah tahun lalu akan menunjukkan hasil pada 2016 berupa kenaikan direct investment. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sendiri menargetkan realisasi investasi tahun ini akan mencapai Rp 594,8 triliun. Target ini lebih tinggi ketimbang tahun lalu yang Rp 519,5 triliun.

Dua faktor tadi, ditambah proyeksi harga energi yang lebih rendah akan membuat daya beli masyarakat kembali bergairah meski tak signifikan. Pasalnya, ekonomi banyak daerah di Indonesia masih bergantung pada harga komoditas.

Perlambatan Ekonomi China Berlanjut

Keputusan IMF memasukkan yuan sebagai salah satu reserve currency akhir November lalu bukan otomatis pertanda baik ekonomi China. Banyak pihak yakin perlambatan ekonomi yang mendera negeri tirai bambu itu bakal berlanjut tahun ini.

IMF memprediksi ekonomi China 2016 hanya akan tumbuh 6,3%. Lebih lambat ketimbang prediksi pertumbuhan ekonomi 2015 yang “hanya” 6,8%.

Ini berarti kebutuhan Tiongkok terhadap barang-barang impor, terutama komoditas juga bakal melandai. Lantaran posisinya sebagai salah satu importir terbesar di dunia, penurunan permintaan dari China bakal membuat harga komoditas kian tertekan.

Dengan begitu, kata I Made Adi Saputra, fixed income analyst MNC Securities, sulit berharap neraca ekspor Indonesia yang didominasi komoditas bakal menunjukkan taji tahun ini. Dus, surplus neraca perdagangan, lagi-lagi, kemungkinan hanya bisa terjadi jika sisi impor juga ikut melemah.

Bak buah simalakama, ekonomi Indonesia sendiri diperkirakan lebih baik ketimbang tahun 2015. Dengan begitu, impor barang jadi dan kebutuhan industri bakal lebih tinggi ketimbang sebelumnya. Yang membuat David khawatir, jika ekonomi Negeri Tiongkok tumbuh di bawah 6%, People’s Bank of China akan melakukan intervensi dengan kembali mendevaluasi yuan. Ia menunjuk devaluasi yuan yang hampir 2% pada 11 Agustus 2015 lalu telah mendorong rupiah menembus batas psikologis di Rp 14.000 per dollar AS.

Ekspektasi Pemangkasan BI rate

Tahun lalu, Bank Indonesia (BI) memfokuskan kebijakan moneter pada stabilitas nilai tukar rupiah. Suku bunga acuan (BI rate) dipertahankan 7,50% sejak Februari 2015. Bahkan, hingga Federal Reserve menaikkan fed funds rate, BI masih keukeuh mempertahankan posisi BI rate.

Desakan agar bank sentral mendorong likuiditas yang lebih longgar cukup masif. Harapan khalayak cukup sederhana: pemangkasan suku bunga acuan akan mendorong turub bunga kredit. Ini akan menjadi doping tambahan bagi dunia usaha dan daya beli masyarakat. “Sudah saatnya BI membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi,” imbuh Made.

Made dan Purwoko tak muluk-muluk. BI dianggap cukup memangkas bunga acuan 25 basis poin menjadi 7,25%. Langkah itu akan menjadi sinyal yang ditanggapi positif oleh pelaku usaha.

BI sendiri tak menutup mata. Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, saat merilis keputusan BI rate 17 Desember 2015 mengakui, ruang pelonggaran kebijakan moneter memang semakin terbuka. Peluang muncul seiring inflasi akhir 2015 yang akan di bawah 3% dan defisit transaksi berjalan yang akan berada pada kisaran 2% dari produk domestik bruto (PDB).

Cuma, kalau melihat posisi rupiah yang masih terancam, terutama oleh faktor eksternal, celah bagi pemotongan BI rate bisa mengecil, bahkan tersumbat. Apalagi, kalau BI masih tetap bersikap konservatif.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar