Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mewajibkan perbankan dan penerbit kartu kredit lain untuk melaporkan data transaksi kartu kredit. Pengusaha mengkhawatirkan adanya salah penafsiran dalam membaca transaksi kartu kredit.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, Ditjen Pajak ingin melihat profil belanja wajib pajak (WP) lewat transaksi kartu kredit ini.
“Karena di Indonesia pakai kartu kredit itu kan nggak cuma untuk kepentingan pribadi. Bisa juga dipakai anggota keluarganya. Misalnya ada temannya ingin beli HP tapi pakai kartu kredit dia,” jelas Hariyadi ditemui di JCC, Jumat (1/4/2016).
Lalu, lanjut Hariyadi, ada juga orang yang menggunakan kartu kredit untuk modal usaha. Ini lumrah dilakukan di Indonesia.
“Nah kalau ini dijadikan acuan untuk melihat profil belanja nasabah atas nama pemilik kartu kredit, itu bisa salah tafsir. Misalnya ini kok orang pendapatan segini, belanjanya melebihi pendapatannya. Kemudian dia juga bisa mencicil melebihi pendapatannya per bulan. Malah bias nanti profilnya,” papar Hariyadi.
“Menurut saya harus bijak melihat data yang ada. Kita kebanyakan uber wajib pajak tapi nggak pernah dipikirkan stimulusnya apa,” jelasnya.
Hariyadi mengatakan, pemerintah saat ini ingin meningkatkan pendapatan pajak. Tapi, jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan malah membuat iklim usaha menjadi tidak nyaman.
Sumber: Detik.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar