Tarif pajak untuk UMKM akan turun menjadi 0,25%-0,5%

JAKARTA. Pemerintah masih melakukan kajian mengenai rencana penurunan tarif pajak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Rencana tersebut masuk dalam  revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Dalam revisi itu, hasil kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (kemkeu) mengerucut ke tarif progresif yang terdiri atas dua lapis. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Goro Ekanto mengatakan, dua lapis tarif adalah 0,25%-0,5%.

Dua lapis tariff itu didasarkan atas kisaran omzet wajib pajak setiap tahun. Kisaran omzet yang dimaksud adalah sampai Rp 300 juta per bulan untuk lapisan tarif 0,25%. Sementara kisaran omzet lebih dari Rp 300 juta sampai Rp 4,8 miliar per tahun untuk tariff 0,5%. “Tetapi ini masih dibahas, belum tahu hasilnya seperti apa,” kata Goro, akhir pekan lalu.

Walau kajian terus dilakukan, Goro belum memastikan kapan kebijakan ini bisa diberlakukan. Menurut dia, pemerintah akan melakukan sosialisasi dahulu kepada wajib pajak (WP) golongan tersebut sebelum revisi dilakukan.

Khusus orang pribadi PP 46 Tahun 2-13 mewajibkan WP yang berusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar selama satu tahun, dikenai PPh final 1%. Tak hanya WP orang pribadi, ketentuan ni juga berlaku bagi WP badan. Namun aturan ini kecualikan bagi usaha yang sarana dan prasarananya dapat dibongkar pasang, alias pedagang kaki lima.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Irawan, menuturkan, revisi dilakukan karena pengusaha UMKM keberatan atas tariff 1%. Sebab wajib pajak UMKM selama ini kebanyakan menjalankan ritel perdagangan. Biasanya, margin pelaku usaha ritel pedagang tidak besar, berkisar 2%-3%. “Yang mereka kejar turn over, margin maksimal 5%. Kalau kena PPh 1% dari omzet, habis” katanya.

Menurut Irawan, jika tariff pajak final diturunkan maka rencana pemerintah menyasar penerimaan pajak dari WP orang pribadi non-karyawan yang memiliki usaha bebas, akan lebih efektif. Apalagi, selama ini konstribusi penerimaan pajak dari WP orang pribadi yang memiliki usaha bebas sangat rendah.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, akan lebih tepat tarif PPh final diterapkan untuk WP orang pribadi. Sebab, dalam Undang-Undang PPh, WP badan diwajibkan melakukan pembukuan hingga tidak perlu kena pajak final.

Dia juga mengusulkan agar pungutan final dibuat progresif berdasarkan kisaran omzet dan dipungut hanya selama tiga tahun sejak menjalankan bisnis UMKM. Hal ini untuk menghindari celah permainan. “Omzet sampai dengan Rp 300 juta tidak dikenakan pajak. Sementara omzet Rp 300 juta sampai Rp 4,8 miliar dibuat berlapis 0,5%, 0,75%, dan 1%,” ungkap dia.

Walau penerimaan pajak bisa berkurang, namun ada WP baru yang masuk ke system perpajakan. “Agar lebih efektif dan tidak ada pajak berganda, DItjen Pajak harus koordinasi dengan Pemda,” ujar dia.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar