JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo meragukan pemerintah soal pertukaran data pajak dan perbankan yang akan berlaku pada 2018.
Meskipun, kata Prastowo, tujuan keterbukaan informasi bagi data pajak dan perbankan memiliki tujuan untuk mengejar pajak bagi orang-orang Indonesia yang selama ini tidak mencatatkan kekayaannya.
Adapun, keterbukaan informasi bagi data pajak dan perbankan ini merupakan realisasi pada kesepakatan organisasi G20 yang implementasinya dalam bentuk program Automatic Exchange of Information (AEoI).
Menurut Yustinus, keterbukaan informasi mengenai data pajak dan perbankan bisa direalisasikan jikalau ada timbal balik yang sesuai. Timbal balik di sini, maksudnya jikalau pemerintah ingin data pajak dan perbankan dari suatu negara, maka harus menyediakan sebaliknya untuk negara tersebut.
“Kita bisa memberi data dari Singapura, kalau kita juga bisa memberi Singapura, dan sebaliknya,” tegas Prastowo di Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Apalagi, lanjut Prastowo, kelengkapan data dan informasi baik pajak dan perbankan merupakan masalah yang sulit untuk dilakukan. Sebab, sistem kerahasian perbankan di Indonesia amat sangat tinggi dibanding dnegan negara-negara ASEAN.
“Persoalannya politis, berani nggak DPR bersama menyelesaikan UU pajak, perbankan membuka akses perbankan untuk pajak, menginisiasi mengidentifikasi single indetification number supaya bisa dicapture. Menjadikan Ditjen Pajak badan yang otonom, lebih kuat kredible. Reformasi penegak hukum,” tukasnya.
Sumber: Okezone
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar