Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan peraturan tersebut memang belum dikeluarkan karena harus sejalan dengan masalah pajak.
“Sebelumnya saya telah mengeluarkan Surat Edaran mengenai pengaturan OTT internasional. Permen-nya belum saya ke luar kan karena harus align dengan masalah pajak. Di samping itu, peraturan menteri itu kan mewakili pemerintah sehingga harus bisa diaplikasikan (applicable) dan da pat dilaksanakan (enforceable),” paparnya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat di DPR, Senin (26/9/2016).
Rudiantara menjelaskan Permen tersebut jika dapat diaplikasikan tetapi jika dilanggar tak ada konsekuensinya pun percuma, sehingga regulasi tersebut harus memuat keduanya.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperhitungkan perusahaan teknologi raksasa Google memiliki tagihan pajak melebihi US$400 juta atau setara dengan Rp5,2 triliun se panjang 2015. Nominal tersebut be lum termasuk tagihan empat tahun sebelumnya.
Menanggapi masalah perpajakan Google tersebut, Rudiantara mengungkapkan pihaknya telah banyak berdiskusi dengan otoritas fiskal.
“Bagaimana cara menerapkan pajaknya, ba gaimana menghitung nya, hingga cara membayar nya. Tentunya otoritas fiskal yang memahami dan mengetahui. Maka dari itu, saya koordinasi terus dengan Menteri Keuangan,” paparnya.
Mantan Komisaris Telkom dan Indosat ini menegaskan isu pajak merupakan isu yang harus diselesaikan dengan duduk bersama. Hal tersebut pun telah di sampaikan kepada Google.
“Masalah pajak itu, siapapun yang berbisnis di Indonesia, pasarnya pasar Indonesia, maka harus membayar pajak di Indonesia. Termasuk OTT Internasional yang berbisnis di Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, Rudiantara menjelaskan bisa saja Google menerapkan bentuk kerjasama yang telah diimplementasikan oleh Spotify di Indonesia dengan menggandeng operator telekomunikasi.
“OTT internasional seperti Google bisa saja merangkul operator seperti Spotify bersama Indosat. Kerja sama mereka su dah mencakup aspek customer service karena ada perwakilan dari operator. Google belum ada kerja sama, silahkan saja jika mau seperti Spotify,” paparnya.
TIGA KOMPONEN
Pasalnya, Rudiantara menegas kan ada tiga komponen yang harus diperhatikan dalam masalah OTT. Pertama, custumer service. Kedua, perlindungan data pengguna. Ketiga, level playing field.
Sebelumnya, Google dinilai menciptakan iklim bisnis iklan yang tak bisa dipungut pajak. Perusahaan teknologi raksasa ini pun melakukan oligopoli akses informasi digital di dunia. Pakar teknologi informasi Agus Sudibyo mengungkapkan kon disi saat ini merupakan titik bertemunya ekspansi digital dan proteksi digital.
“Di satu sisi, Google mengharapkan semua negara untuk terbuka. Namun, di sisi lainnya, mereka menginginkan semua terbuka dalam hal informasi,” ujarnya Kamis, (22/9/2016) di Jakarta.
Agus menambahkan keinginan untuk keterbukaan informasi tersebut dapat mengganggu kedaulat an negara.
“China sudah melihat Google dapat mengganggu kedaulatan negara sejak awal. Maka, mereka mulai mengembangkan seluruh plat form seperti search engine hingga e-commerce sendiri. Hal ini yang mulai juga dilakukan oleh Eropa,” tambahnya.
Mantan anggota Dewan Pers ini menambahkan Eropa saat ini pun terbukti mulai gelisah karena kedaulatan mereka terganggu.
Salah satunya karena tidak bisa menerapkan perhitungan pajak yang sesuai kepada perusahaan berbasis di Silicon Valley itu.
Penulis: Agnes Savithri
Sumber: Bisnis.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar