JAKARTA – Upaya Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meyakinkan Standard & Poor’s (S&P) agar Indonesia masuk Investment grade sepertinya bertepuk sebelah tangan. S&P memberikan sinyal belum akan merevisi status rating Indonesia saat ini.
Seperti dilaporkan Bloomberg, Director Asia-Pacific Sovereign Ratings S&P Kyran Curry mengatakan, masih sulit bagi S&P memberikan rekomendasi kenaikan peringkat rating untuk negara seperti Indonesia. Alasan utama yang dipakai kali ini: risiko utang di sektor swasta yang cukup besar.
Indikatornya: peningkatan kredit macet atau non-performing loan (NPL) perbankan yang pada Juli 2016 menjadi 3,2%. Angka itu naik jika dibandingkan akhir tahun lalu yang hanya 2,7%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, alasan S&P itu tidak bisa memasukkan Indonesia ke investement grade. “Semua catatan mereka dari tahun lalu sudah dipenuhi,” tandas Suahasil, Rabu (26/10).
Semisal risiko fiskal akibat penerimaan pajak. Kata Suahasil, ini sudah dijawab dengan pemangkasan anggaran. Begitu juga soal rasio utang. Hingga saat ini, rasio utang pemerintah masih dalam batas aman, yaitu masi berkisar 27,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika S&P kini memberi catatan soal kekhawatiran terhadap kredit macet, “Itu terlalu mengada-ada,” tandas Suahasil. Tingkat NPL perbankan Indonesia masih aman dibawah ketentuan maksimal 5%. Menurutnya, S&P seperi tidak berniat memasukkan Indonesia ke investment grade. “Alasan S&P setiap tahun selalu berubah,” tuturnya.
Setali tiga uang, ekonom Samuel Asset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan, jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah investment grade, Indonesia masih lebih baik. Ada beberapa negara yang rasio utangnya terhadap PDB di atas 50% seperti Filipina, toh oleh S&P masuk investement grade.
Adapun risiko utang di sektor swasta, Lana menilai, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bank Indonesia sudah mewajibkan korporat melakukan lindung nilai (hedging) jika utang ke luar negeri. Selain itu, “Kesuksesan program amnesti pajak juga membuat sumber pendanaan dalam negeri meningkat,” ujarnya.
Lana menilai, pernyataan Kyran Curry bisa saja bukan merepresentasikan penilaian S&P untuk audit mereka yang akan dilakukan di 2017.
Ini artinya, peluang S&P memberi kenaikan peringkat utang Indonesia yang kini masih di BB+ atau spekulatif masih terbuka.
Penulis: Asep Munazat Zatnika
Sumber: Harian Kontan, 27 Oktober 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar