JAKARTA. Sulitnya Indonesia mendongkrak produksi minyak dan gas bumi (migas), membuat negeri ini “kecanduan” impor migas. Tidak ingin kondisi ini berlanjut, pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif untuk meningkatkan produksi (lifting) migas.
Insentif itu berupa pembebasan pungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada perusahaan yang masih dalam tahap eksplorasi pertambangan migas. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi.
Dalam beleid yang ditandatangani Menteri Keuangan pada 31 Desember 204 tersebut, Kementerian Keuangan (Kemkeu) menghapus kewajiban pembayaran PBB hingga 100% alias pembebasan dari PBB migas yang terutang. Sebelumnya, berdasarkan Undang Undang Nomor 12/1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya persentase nilai jual kena pajak objek pajak pertambangan adalah 40% dari nilai objek pajak.
Pengenaan pajak ketika cadangan minyak atau gasnya belum didapat, menjadi biaya yang berat bagi perusahaan migas yang melakukan eksplorasi. Karena itu, dengan adanya pembebasan pajak ini, diharapkan dapat membuat banyak investor migas tertarik masuk ke Indonesia.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, tujuan Kemkeu mengeluarkan PMK pengurangan PBB migas sebagai insentif bagi investor minyak agar mau berinvestasi di Indonesia. “Selama ini, ketika hasil migas belum ada, namun sudah kena pajak,” ujar Bambang, Rabu (14/1).
Menurut Bambang, wajib pajak (WP) yang dapat diberikan pembebasan PBB migas adalah WP yang menandatangani kontrak kerja sama setelah berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Selain itu, WP yang menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak (SPOP), dan WP yang melampirkan surat rekomendasi dari menteri terkait yang menyatakan bahwa objek PBB migas masih dalam tahap eksplorasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Andin Hadiyanto menambahkan, pembebasan PBB migas memiliki batas waktu. Pembebasan ini dapat diberikan setiap tahun dengan jangka waktu paling lama enam tahun, terhitung sejak tanggal ditandatanganinya kontrak kerja sama antara kontraktor dengan badan atau instansi yang bidangnya menyelenggarakan kegiatan pertambangan migas.
Pembebasan PBB dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama empat tahun. “Diharapkan selama periode itu, pengusaha sudah bisa menemukan minyak atau gasnya,” kata Andin. Tapi, bila nanti minyak atau gas bumi sudah ditemukan dari hasil eksplorasi itu, maka pemerintah akan mengenakan kembali tarif PBB migas.
Catatan saja, realisasi lifting minyak pada tahun lalu tak mencapai target. Dari target 818.000 barel per hari dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014, tercapai hanya 794.000 barel per hari.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Natsir Mansyur menilai, pembebasan PBB migas terobosan baik bagi investasi migas di Tanah Air. Sebab, investasi dalam sektor eksplorasi migas sangat sulit dan memakan dana yang tidak sedikit.
Eksplorasi migas membutuh waktu yang lama karena harus memasang pipa bor ke dalam tanah untuk melihat cadangan minyak. “Kalau tidak ditemukan, kita mesti bergeser-geser tempat. Bisnis ini sangat berisiko dan investasinya besar di atas Rp 1 triliun,” kata Natsir.
Sumber : Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar