Jakarta. Pemerintah sepertinya masih maju mundur dalam membuat kebijakan dalam rangka menggenjot penerimaan pajak. Belum juga berhasil diimplementasikan, pemerintah kini malah mencabut aturan Direktur Jenderal (Dirjen) pajak yang mewajibkan pelaporan pemotongan pajak bunga deposito.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan Kemkeu resmi mencabut aturan kewajiban pelaporan pemotongan pajak bunga deposito per Jumat kemarin (13/3). Sebelumnya, bambang menyatakan implementasi aturan ini hanya ditunda saja. “setelah kami kaji, maka kami putuskan untuk dicabut,” ujarnya, Jumat (13/3).
Menurut Bambang, alasan pencabutan aturan ini adalah dasar hukum per dirjen ini belum memadai. Pencabutan beleid dilakukan lewat penerbitan Peraturan Dirjen Pajak yang baru terbit Jumat (13/3) kemarin.
Sekadar mengingatkan, kebijakan pelaporan rincian potongan pajak atas bunga deposito tertian dalam Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) Nomor Per-01/PJ/2015 yang diterbitkan 26 Januari 2015 dan akan berlaku 1 Maret.
Tapi, beleid ini menuai protes dari banker dan deposan. Pegawai bank pernah mengungkapkan kepada Kontan tentang penarikan deposito oleh para deposan karena takut duitnya diketahui pajak.
Aturan ini juga bertentangan dengan pasal 40 ayat 1 Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan tentang kerahasiaan data dan informasi mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga keberatan dengan beleid ini. Pasalnya, OJK khawatir data nasabah bocor sehingga menimbulkan keresahan masyarakat.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito menjelaskan, Ditjen Pajak memang belum sepenuhnya siap menjalankan beleid yang merupakan aturan turunan dari UU Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Padahal menurut Sigit, penerbitan beleid ini menjadi salah satu cara untuk mengakses informasi perpajakan dari wajib pajak. Selain mengetahui jumlah aset dari wajib pajak, DJP juga dapat mengetahui benar tidaknya potongan pajak atas bunga deposito oleh perbankan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta Yustinus Prastowo bilang, aturan dirjen pajak ini secara hukum memang tidak bisa dijalankan.
Menurutnya, ada perbedaan antara UU KUP dan UU Perbankan mengenai kerahasiaan data perbankan. Akses data deposan hanya bisa diketahui oleh aparat pajak hanya untuk kepentingan pemeriksaan. Sedangkan perdirjen ini hanya untuk kepentingan pelaporan.
Menurutnya. Masih ada celah bagi Ditjen Pajak untuk mengakses data perbankan yakni lewat analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang data nasabah untuk kepentingan pemeriksaan.
Sumber : Kontan
pajak@pemeriksaanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar