Setengah Hati Membatasi Dollar

rupiah

JAKARTA. Transaksi valuta asing (valas) khususnya dollar Amerika Serikat (AS) yang kian marak membuat Bank Indonesia (BI) gerah. Otoritas moneter ini menerbitkan peraturan rinci tentang larangan penyantuman harga barang dan jasa di wilayah Indonesia menggunakan Valuta asing (valas) dan kewajiban menggunakan rupiah.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aturan yang terbit akhir Maret 2015 itu juga menambah pengecualian atas sejumlah transaksi yang boleh menggunakan valuta asing. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen BI Pengelolaan Uang Eko Yulianto, menyatakan, pengecualian tersebut berlaku bagi sejumlah transaksi dan memang sudah diatur dalam Undang-Undang. Salah satunya adalah transaksi valas untuk kegiatan repatriasi atau pemindahan modal asing dari Indonesia ke luar negeri (lihat infografis).

Selain memberikan kelonggaran lebih banyak, PBI baru ini juga telah memberikan celah bagi sejumlah transaksi untuk menolak penggunaan rupiah. Sebagai contoh, transaksi yang memang dikecualikan dari kewajiban memakai rupiah tersebut.

Transaksi yang bertujuan untuk menjalankan proyek infrastruktur strategis juga boleh menolak penggunaan rupiah. Syaratnya, transaksi tersebut sudah disetujui BI.

Walaupun memuat banyak pengecualian, BI tetap yakin aturan ini akan efektif mengurangi penggunaan valas di Tanah Air, sehingga bisa memperkuat otot rupiah. BI juga yakin, pengusaha di industri manufaktur seperti tekstil, plastik, kimia dan migas akan mengurangi transaksi valas di dalam negeri.

Namun, jika dibandingkan dengan Undang-Undang (UU) No 7/2011 tentang Mata Uang, peraturan BI ini justru tampak lebih longgar. Maklum, UU Mata Uang hanya mengatur lima jenis transaksi yang masih boleh menggunakan valas, antara lain, transaksi dalam APBN dan simpanan di bank. Itu sebabnya, peraturan BI ini dinilai setengah hati.

Toh, BI membantah anggapan tersebut. “Aturan ini saling melengkapi dengan UU Mata Uang,” tandas Eko Yulianto, Kamis (9/4).

Sementara kalangan pengusaha meminta peraturan BI ini berlaku adil. Maksudnya, aturan ini tidak hanya diterapkan pada perusahaan swasta melainkan juga bagi BUMN. Sebab, aturan ini memuat sanksi tegas bagi tetap bandel. “PT Pelindo II masih memakai dollar AS dalam transaksinya,” kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Selain Pelindo II, Pertamina dan PGN rajin bertransaksi dengan valas di dalam negeri.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar