JAKARTA. KOMPAS – Selain menyasar utang wajib pajak yang belum dibayar, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga menyasar dana yang tersimpan di luar negeri. Maka, agar ini berhasil, rencana pengampunan pajak bagi wajib pajak akan melibatkan penegak hukum.
“Kita pernah dua kali melakukan pengampunan pajak melalui sunset policy, tetapi tidak berhasil, karena pada waktu itu tidak melibatkan penegak hukum,” kata Direktur Jenderal Pajak, Kemenkeu, Sigit Priadi Pramudito dalam temu media, Rabu (27/5) malam, di Jakarta.
Sigit menjelaskan, agar hal itu tak terjadi, pihaknya tengah berkonsultasi dengan penegak hukum dan tim ahli. Sebab, direncanakan, pengampunan pajak yang tengah dikaji itu akan mencakup dana hasil tindak pidana umum dan khusus, termasuk korupsi, kecuali narkoba dan terorisme.
Menurut Sigit, cara itu ditempuh karena selain masih rendahnya rasio pajak di Indonesia, hanya 11 persen, juga disinyalir terdapat potensi dana yang sangat besar di luar negeri. Namun, pihaknya tidak bisa menarik dana itu ke dalam negeri karena keterbatasan data. Ia menuturkan, dari berbagai laporan, ada dana berkisar Rp 3.000 triliun-Rp 4.000 triliun di Singapura. Jika dana yang bisa ditarik setidaknya Rp 1.000 triliun saja, dia akan menarik pajak 10 persen dari dana yang ditarik.
“Memakai mekanisme tebusan dan asal dana tidak akan kita persoalkan. Ini lebih baik daripada kita tidak melakukan apa-apa,” ucap Sigit.
Menurut Sigit, pajak pengampunan harus dipayungi undang-undang. Karena itu, setelah pihaknya selesai mengkaji dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait, rencana ini akan diserahkan kepada DPR. Diharapkan, Juli nanti UU tersebut bisa mulai disidangkan dan disahkan pada September mendatang. “Lalu Oktober bisa diberlakukan,” kata Sigit.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak berencana memberlakukan program pengampunan pajak pada September tahun ini. Inisiatif penyusunan UU sebagai payung hukumnya di tangan parlemen.
Hal itu wacana yang akan dicoba. Mereka telah berdiskusi terbatas dengan mengundang Bareskrim, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pengamat ekonomi.
Pemberlakuan program pengampunan pajak memerlukan payung hukum berupa UU. Untuk itu, menurut Sigit, inisiatif penyusunannya sudah berada di tangan parlemen. Targetnya, September sudah tuntas. Dengan demikian, pemberlakukannya pada tahun 2015 bisa berlangsung setidaknya tiga bulan sehingga menyumbang penerimaan Rp 80 triliun-Rp 100 triliun.
Target pajak tahun ini di luar pajak penghasilan migas mencapai Rp 1.244,7 triliun atau meningkat 38,7 persen dibanding 2014. Sigit menargetkan pencapaiannya sampai dengan akhir 2015 minimal 92%.
Tentang skema pengampunan, menurut Sigit, pengampunan pajak ini hanya berlaku untuk harta warga negara Indonesia sebagai obyek pajak yang diparkir di luar negeri. Wajib pajak dibebaskan dari utang pajak dan hanya diwajibkan membayar tebusan sebesar 10 persen dari utang pajak. Selain itu, wajib pajak juga dibebaskan dari sanksi pidana hukum dan pidana khusus.
Ada beberapa langkah pengampunan pajak, antara lain, wajib pajak yang belum memiliki NPWP secara sukarela mendaftarkan diri di kantor pajak dan wajib pajak menyampaikan pernyataan tertulis.
Sumber: Kompas
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar