Sebuah surat elektronik dari Bank Central Asia (BCA) menyambangi alamat e-mail Frita Sukardi. Isinya: bank terafiiasi dengan Grup Jarum itu akan menurunkan bunga deposito sebesar 25 basis poin (bps). Kebijakan bunga ini berlaku bagi nasabah baru dan nasabah yang memperpanjang deposito mulai Juli 2015.
Bagi Fritas, penurunan bunga desposito tersebut merupakan yang keempat sepanjang tahun ini. Karyawan swasta di Jakarta ini sudah menjadi nasabah deposito BCA sejak tahun lalu dengan mengendapkan dana di deposito satu bulan. “Imbal hasil yag diterima makin lama makin kecil,” keluhnya.
Nasabah seperti Frita memang tidak punya nilai tawar. Mereka tidak bisa menolak keputusan bank yang memangkas bunga deposito. Para nasabah harus menerima dengan lapang dada kebijakan bank. Yang punya nilai tawar biasanya nasabah yang memiliki dana jumbo atawa nasabah tajir. Nasabah kelompok ini bisa mendapatkan bunga deposito di atas bunga penjaminan patokan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Jahja Setiaadmaja, Presiden Direktur BCA, mengatakan, di tahun 2015 banknya memang punya rencana secara rutin menyeret turun bunga deposito. Hingga Juli 2015, BCA sudah menurunkan bunga deposito total sebesar 100 bps. Alhasil, saat ini kisaran bunga deposito BCA antara 5,75% hingga 6,25%.
BCA terpaksa menggunting bunga deposito lantaran memiliki likuiditas yang memadai. Bank yang berdiri tahun 1955 silam ini juga fokus kembali meningkatkan dana pihak ketiga (DPK), dengan mengumpulkan dana murah.
Sampai akhir tahun, saban bulan BCA bakal memonitor kondisi likuiditas dalam menentukan kebijakan bunga deposito. “Meski bunganya turun, peminat deposito BCA masih banyak. Kami memberi nilai lebih dari layanan untuk mengikat nasabah,” terang Jahja.
Tahun 2014 menjadi tahun yang menggembirakan bagi nasabah deposito. Pasanya, likuiditas perbankan mengalami pengetatan. Walhasil, bank berlomba-lomba menawarkan bunga tinggi, agar nasabah mau menyimpan uang di bank.
Tapi, perang bunga tersebut terhenti gara-gara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mematok batas atas bunga simpanan. Bagi bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4, bunga simpanannya maksimal sebesar BI rate plus sebsar 200 bps. Sementara BUKU 3 adalah BI rate ditambah 175 bps. Kebijakan ini membuat bank-bank kecil bisa sedikit bernafas. Soalnya, mereka, kan, tidak mampu menawarkan bunga simpanan lebih tinggi.
Setelah aturan itu dikeluarkan regulator, persaingan perebutan dana mengendur. Sejumlah bank pun memilih menurunkan bunga simpanan termasuk bank badan usaha milik negara (BUMN). Mulai April lalu, bank-bank pelat merah telah menandatangani kesepakatan menurunkan bunga deposito, dari 9% menjadi maksimal 7,75%. Bunga simpanan ini sesuai dengan bunga penjaminan LPS.
Kebijakan penurunan bunga deposito tersebut untuk mengurangi persaingan antarbank BUMN dalam berebut dana mahal. Penurunan bunga itu juga demi menekan biaya bank.
Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), bilang, kebijakan tersebut juga ditempuh sebagai dampak dari ekonomi yang lesu dan permintaan kredit yang turun. Sehingga, bank merasa tidak perlu terlalu jor-joran dalam menghimpun dana lewat deposito. “Kami tidak khawatir kehilangan nasabah. Sudah disiapkan alternatif pendanaan dengan obligasi atau pinjaman dari bank lain,” ujarnya.
Rico Rizal Budidarmo, Direktur Keuangan Bank Negara Indonesia (BNI), menambahkan, meski sudah dipatok, kebijakan penentuan bunga deposito akan disesuaikan dengan likuiditas bank. “Koordinasi dengan bank BUMN lain akan semakin ditingkatkan, dengan tetap memperhatikan kondisi internal masing-masing,” katanya.
Saat ini bunga deposito BNI mengikuti bunga pasar, berada di rentang 6,8%-7,5%. Kondisi likuiditas bank berlogo angka 46 tersebut cukup aman, terutama untuk mendukung cash flow selama Lebaran Rp 60 triliun dan dana tunai Rp 15 triliun.
Bank Sahabat Sampoerna juga sudah menggunting bunga deposito selama tujuh bulan pertama tahun ini. Bank miliki Grup Sampoerna tersebut sudah menurunkan bunga total 50 bps sejak awal tahun. Sekarang bunga deposito Bank Sahabat Sampoerna di kisaran 7,75%.
Ali Rukmijah, Direktur Utama Bank Sahabat Sampoerna, menyatakan, penurunan bunga deposito memang sudah seharusnya dilakukan. Bila bunga deposito terlalu tinggi, bisa membuat kredit makin tinggi. Dalam kondisi ekonomi yang sedang kurang darah, bunga pinjaman yang tinggi tidak bakal bisa merangsang pertumbuhan dunia usaha.
Saat ini sebagian besar simpanan di Bank Sampoerna berbentuk deposito. Sebab, bank kecil semacam Bank Sampoerna memang belum bisa mengandalkan tabungan dan giro. Bank-bank kecil selalu kalah bersaing dengan bank-bank besar dalam memberikan layanan penunjang bagi nasabah simpanan mereka. Tambah lagi, jaringan dan daya jangkau bank kecil tak seluas bank besar.
Ka Jit, Senior Corporate Executive Consumer Banking Bank OCBC NISP, mengungkapkan, banknya juga memiliki rencana untuk menurunkan bunga deposito. OCBC NISP akan memangkas bunga deposito menjadi di bawah suku bunga counter saat ini sebesar 7%. Tapi, “Kami belum bisa memberitahu berapa besaran bunganya sekarang,” kilah Ka Jit.
Yang jelas, langkah OCBC NISP menurunkan bunga deposito karena likuiditas kian baik. Salah satu indikatornya adalah loan to deposit ratio (LDR) yang turun di bawah 90%.
Menurut Mochammad Doddy Arifianto, Kepala Subdivisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan LPS, penurunan bunga deposito memang sudah dilakukan bank sejak awal tahun. “Penurunan itu dampak dari tidak agresifnya bank kumpulkan dana,” ujar doddy.
Berdasarkan pantauan LPS, penurunan bunga deposito terbesar terjadi pada dua bulan terakhir. Bank ramai-ramai menurunkan bunga deposito antara 25 bps hingga 50 bps. Penurunan tersebut dilakukan kelompok bank menengah dan kecil alias bank dengan aset di bawah Rp 50 triliun. Adapun bank besar masih tetap mempertahankan bunga deposito karena mematok batas bawah likuiditas yang tinggi.
LPS memprediksikan peluang bank menggunting bunga deposito masih ada. Sebab, dalam kebijakan perluasan LDR, bank boleh memperhitungkan surat berharga sebagai sumber dana dalam penyaluran kredit. Kebijakan ini bisa mengurangi ketergantungan bank terhadap dana masyarakat. Namun, agar aturan main tersebut dimanfaatkan secara maksimal, kestabilan pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi perlu dijaga. Tujuannya supaya investor mau menyerap surat utang yang diterbitkan oleh bank dan kupon yang diberikan tidak memberatkan bank.
Selain likuiditas, menjaga kestabilan margin juga menjadi alasan bank dalam menurunkan bunga deposito. Penurunan bunga deposito bisa mengurangi besaran bunga yang harus dibayarkan bank pada nasabah, sehingga biaya dana turun.
Maklum, dalam kondisi ekonomi yang kurang bergairah, margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) cenderung tertekan. Sumber pendapatan utama bank dari margin kredit tidak berjalan maksumal akibat daya serap sektor riil menurun. Jika terus menawarkan bunga tinggi, ini bisa berpengaruh pada laba bank.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NIM perbankan memang sempat tertekan. Akhir 2014, NIM perbankan mencapai 4,23%. Seiring pemotongan bunga deposito dan kenaikan bunga kredit pada April 2015 lalu, NIM sudah berada di kisaran 5,3%.
Rico menjelaskan, penurunan bunga deposito merupakan salah satu cara menjaga NIM di atas 6% hingga akhir tahun nanti. BNI juga akan fokus menggenjot dana murah dari tabungan dan giro,dengan menjaga porsinya sebesar 60% dari total DPK.
Kuartal satu lalu BNI berhasil menorehkan kenaikan NIM menjadi 6,5%. Resepnya: menekan kenaikan biaya dana dan meningkatkan imbal hasil kredit dari 10,2% jadi 11,2%.
Segendang sepenarian, Haru membeberkan, dengan menurunkan bunga deposito dan menggeser penyaluran kredit ke usaha mikro, NIM BRI bisa bertahan di kisaran 8%. “Bank perlu mencetak laba besar demi meningkatkan kebutuhan permodalan yang tiap tahun selalu meningkat,” ucap dia.
Sementara menurut Ali, bank perlu menjaga NIM untuk memastikan mereka masih memiliki keberlanjutan usaha. Hingga paro pertama tahun ini, Bank Sampoerna berhasil mempertahankan NIM di level 6,92%. Ini berkat upaya Bank Sampoerna mebidik sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) non komoditas dan menjadi rasio kredit bermasalah (NPL). UMKM memang menjadi sektor yang menjanjikan margin yang menggiurkan. Maklum, bunga kreditnya 2% per bulan.
Cuma, Doddy mengingatkan, penurunan bunga simpanan harusnya menjadi momentum bank memangkas bunga kredit. Kebiasaan perbankan menjaga NIM tinggi selalu merugikan. Nasabah harus menanggung bunga kredit yang tinggi.
Menurut Doddy, saat ini NIM 4,5% sudha cukup untuk menjaga tingkat keuntungan bank. Tapi, “Pesan moral yang selalu disampaikan regulator kurang ampuh memaksa bank menurunkan NIM,” kata dia.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan