Memburu Nasabah WNI di Negeri Seberang

bank1Tanggal 28 Agustus 2015 menjadi salah satu hari bersejarah bagi Bank Negara Indonesia (BNI). Dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan John A. Prasetio, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, bank berlogo angka 46 ini meresmikan pembukaan kantor cabang di Seoul.

BNI pun menjadi bank lokal pertama yang beroperasi di Negeri Ginseng. Tak cuma itu, kehadiran kantor cabang baru di ibukota Korea Selatan ini membuat BNI bersama Bank Mandiri menjadi bank domestik dengan jaringan luar negeri terbanyak, tujuh cabang.

Ahmad Baiquni, Direktur Utama BNI, mengatakan, kantor anyar di Seoul itu bakal beroperasi bulan ini dengan izin cabang penuh (full branch). Artinya, bank pelat merah ini bisa menawarkan semua jasa perbankan, baik produk assets maupun liabilities, pada semua orang yang ada di Korea.

Kantor baru tersebut akan berstatus cabang berbadan hukum Indonesia, bukan anak usaha (subsidiary). BNI juga telah mempersiapkan semua infrastruktur pendukung hingga sumber daya manusia (SDM). BNI cabang Seoul akan melayani berbagai transaksi, mulai tradefinance, remitansi, offshore loan, conventional funding, hingga treasury business. “Semua perizinan sudah kami penuhi, tinggal pengawas dari Financial Supervisory Commission (FSC) Korea datang mengecek,” ujar Baiquni.

Dalam mendirikan kantor cabang baru ini, BNI mengeluarkan modal investasi sebesar 3 miliar won atau sekitar Rp 35 miliar. Menurut hitungan bank yang berdiri pada 5 Juli 1946 ini, modal itu akan kembali dalam waktu tiga tahun. Setelah Korea, BNI berencana membuka cabang di Myanmar.

Proses BNI bisa beroperasi di Korea tergolong mulus. Bank badan usaha milik negara (BUMN) ini hanya membutuhkan waktu kurang dari setahun untuk mengantongi lisensi. Hal ini tak lepas dari perjanjian resiprokal atawa azas kesetaraan antara OJK dengan FSC.

Ribet di ASEAN

bank3Bank lain yang menambah jaringan di luar negeri adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank spesialis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini resmi membuka cabang di Singapura. Di negeri Merlion BRI bakal berkantor di OUE Bayfront, 50 Collyer Quay.

Sayang, regulator Singapura hanya memberikan izin offshore branch. Alhasil, BRI hanya bisa menjalankan bisnis yang melayani nasabah deposan bukan warga negara Singapura. Statusnya juga subsidiary.

Info saja, otoritas Singapura membagi izin operasional perbankan secara berjenjang, yakni full branch, Wholesale bank, offshore branch, dan merchant branch. Semakin tinggi status cabangnya, modal yang disiapkan pun semakin besar.

Sebelum mendapat izin kantor cabang, BRI mesti menunggu lebih dari dua tahun. Otoritas keuangan Singapura memang sangat pelit dalam memberikan izin bagi perbankan asing.

Guna membuka cabang di Singapura, BRI menghabiskan dana Rp 50 miliar. Bank milik pemerintah ini memperkirakan kantor cabang tersebut sudah bisa mencetak keuntungan dalam dua tahun ke depan.

Setelah Singapura, dalam dua tahun hingga empat tahun mendatang, BRI berencana membuka cabang di seluruh negara anggota ASEAN. Yang terdekat, bank yang lahir tahun 1895 silam itu akan mendirikan cabang di Malaysia tahun depan.

Tapi, membuka cabang di Malaysia tak semudah membalikkan telapak tangan. Bank Mandiri sampai sekarang masih belum bisa menancapkan kukunya di negeri Jiran itu. Bank dengan Aset terbesar di Tanah Air ini masih terbentur rumitnya aturan main di Malaysia.

Jalan Bank Mandiri ekspansi ke Malaysia memang berliku dan terjal. Sudah lima tahun bank pelat merah ini berusaha masuk ke negara tetangga itu, tapi lisensi dari Bank Negara Malaysia (BNM) tak kunjung turun. Padahal, BNM lah yang mengundang Bank Mandiri dan empat bank dari negara lain agar ekspansi di negerinya.

Kendala terbesar Bank Mandiri adalah permodalan. BNM mensyaratkan modal minimum sebanyak 300 juta ringgit atau sekitar Rp 1 triliun. Tapi, masalah ini akhirnya diselesaikan dengan kesepakatan Bank Mandiri bisa mencicil modal minimum itu selama lima tahun. Meski sudah tercapai kata sepakat, problem ternyata tak langsung beres. Bank Mandiri masih terganjal kejelasan lini bisnis yang biasa mereka garap.

Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, bilang, banknya masih melakukan kajian mendalam mengenai regulasi yang berlaku di Malaysia. Dan, Bank Mandiri sudah mengutus tim khusus untuk bertemu dengan BNM untuk membahas masalah aturan tersebut.

Ya, BNM memang menerapkan aturan main yang ketat dan cenderung membatasi ruang gerak perbankan asing. Berbeda dengan Indonesia yang membolehkan bank asing leluasa menggarap pasar Indonesia. Salah satu contoh regulasi BNM yang ketat adalah, kantor cabang bank asing tidak boleh di lantai dasar sebuah gedung. Bank asing yang mendapat izin operasional maksimal membuka 8 cabang dan 25 ATM.

Bank Mandiri juga sedang melakukan kajian bisnis mengenai biaya yang harus dikeluarkan dengan tingkat pengembalian modal atau return to equity (ROE). “Kami ingin bisnis ini menguntungkan dan berkelanjutan,” kata Rohan.

bank2Bidik TKI

Beberapa bank kakap nasional memang bernafsu mengembangkan bisnisnya ke luar negeri. OJK pun mendukung rencana itu. Wasit sektor keuangan ini menganggap perbankan domestik sudah waktunya melebarkan sayap ke negara lain karena memiliki permodalan yang kuat. OJK juga berkeinginan bank-bank negara kita bisa memaksimalkan potensi dan peluang, dengan berlakunya pasar bebas dan asas resiprokal.

Penerapan resiprokal memang perlu dilakukan. Investor asing sangat aktif masuk pasar Indonesia. Kini, mereka mulai membidik bank-bank skala menengah dan kecil. Maklum, para pemodal asing melihat industri perbankan di Indonesia sangat menjanjikan. Rasio kredit terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) kita baru sekitar 30%. Ini menunjukkan masih besarnya potensi permintaan dan ruang perbankan untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Bandingkan dengan negara tetangga yang sudah hampir jenuh, seperti Malaysia sebesar 115,9% dari PDM mereka, lalu Vietnam 111,6%, serta Thailand 131,9%.

Daya tarik lainnya adalah Indonesia memasuki bonus demografi, yaitu struktur piramida kependudukan didominasi usia muda dan produktif. Dalam beberapa tahun ke depan, bakal ada penambahan tenaga kerja baru sebesar dua juta orang per tahun. Walhasil, pada tahun 2030 nanti akan ada 50 juta penduduk Indonesia yang naik ke kelas menengah. Kelompok ini tentu membutuhkan kredit konsumsi dari perbankan.

Cuma, rencana bank nasional membuka cabang di luar negeri bukan untuk menggaet nasabah warga negara-negara itu. Baiquni menyatakan, cabang BNI di Seoul justru akan fokus menggarap warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Korea, perusahaan Korea yang beroperasi di Indonesia, dan orang Korea yang bekerja di Indonesia.

Dalam hitungan BNI, saat ini terdapat lebih dari 2.000 perusahaan asal Korea di Indonesia. Kemudian, tak kurang dari 50.000 ekspatriat Korea yang bekerja di berbagai kota di Indonesia. Jumlah remitansi dari Indonesia ke Korea mencapai lebih dari US$ 160 juta per tahun. “Jika kami menghimpun dana dan menjual produk langsung pada masyarakat yang ada di Korea Selatan, biayanya lebih mahal,” ungkap Baiquni.

Senada. Asmawi Syam, Direktur Utama BRI, menuturkan, perluasan jaringan cabang ke luar negeri memang untuk menggarap tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui remitansi. Potensi bisnis remitensi memang tinggi. Banyak pekerja kita yang mengais rejeki di negeri orang. Bank Indonesia (BI) mencatat, saat ini ada sekitar 3,84 juta tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri, dengan pengiriman uang mencapai US$ 2,38 miliar setahun.

Rohan menambahkan, dalam memperluas jaringan cabang ke luar negeri, Bank Mandiri menerapkan prinsip Indonesian related dengan konsep follow the trade and follow the people. Maksudnya, fokus Bank Mandiri di luar negeri adalah mengikuti aktivitas usaha korporasi dan warga negara kita.

Menurut Tony Prasetiantono, pengamat perbankan dari Universitas Gadjah Mada, ekspansi bank ke luar negeri memang perlu dilakukan agar tercipta resiprokal. Maklum, bank asing sudah terlalu banyak menyedot manfaat dari Indonesia.

Tapi, pembukaan cabang di luar negeri perlu diperhitungkan dengan baik. Sebab, biaya mendirikan cabang di negeri orang tidaklah murah. “Pembukaan cabang harus di negara-negara yang punya potensi bisnis bagus,” imbuh Tony.

Bank lokal siap membentangkan sayap lebih lebar lagi?

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar