Jakarta. Ini peringatan kali kesekian dari Standard & Poor’s (S&P), pada Indonesia. Kali ini, lembaga pemeringkat utang kelas kakap tersebut memberi warning bahwa di kawasan ASEAN, Indonesia paling rentan menghadapi tekanan arus modal keluar.
Malah, menurut S&P, arus capital outflow dari Indonesia berpotensi lebih besar ketimbang Malaysia. Padahal kini Malaysia sedang goyah akibat digoyang skandal politik dan penurunan harga minyak.
Kyran Curry, Direktur S&P Singapura, menyatakan, risiko Indonesia meningkat lantaran porsi kepemilikan dana asing di surat utang pemerintah terbilang besar. Kini, asing menguasai 38% porsi obligasi pemerintah Indonesia. Sementara, porsi asing di obligasi Malaysia hanya 32%.
Malaysia jugs tidak menerima arus dana masuk (capital inflow) dalam nilai besar, layaknya Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2014, dana masuk bersih asing ke pasar modal Indonesia mencapai US$ 3,8 miliar.
Sedangkan dana asing yang keluar dari Indonesia baru sebesar US$ 467 juta. “Sehingga Indonesia jauh lebih rentan terhadap arus keluar dan arus masuk,” kata Curry seperti dikutip Bloomberg, kemarin.
Sebagai gambaran, net outflow asing dari Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencapai Rp 7,58 triliun secara year to date hingga kemarin. Arus modal keluar asing itu membuat rupiah dan indeks saham semakin terkulai lemah.
Kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot 2,58% ke 4.301,36. Sedangkan, kurs rupiah melemah 0,39% ke Rp 14.234.
Andai outflow beranjut, Curry mengkhawatirkan porsi cadangan devisa Indonesia yang telah tergerus 9% dalam tempo enam bulan terakhir hingga Agustus 2015. Hal ini menandakan otoritas moneter di Indonesia jorjoran menstabilkan nilai tukar.
Catatan saja, per Agustus 2015, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 105,34 miliar atau turun US$ 2,3 miliar dibandingkan Juli 2015.
Bahkan jika ketidakseimbangan makro ekonomi muncul, kata Curry, S&P bisa saja mengubah prospek indonesia dari positif menjadi stabil. Risiko bertambah andai Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga. Stuart Allsop, Head of Asia Country Risk and Financial Strategy BMI Research Singapura bilang, jika kurs dollar AS menguat beban utang Indonesia bisa meningkat.
David Sumual, ekonom BCA, berharap, pemerintah lebih serius membenahi perekonomian. Peringatan S&P ibarat cambuk yang harus membangkitkan kewaspadaan Indonesia. Sebab, “Ini memang menjadikan Indonesia lebih rentan terhadap arus modal keluar,” kata dia.
David memang melihat, kebijakan yang dibuat Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti kewajiban hedging, dan penguatan modal perbankan sudah tepat. Namun untuk mengurangi risiko dari tekanan arus dana keluar, ia menyarankan pemerinta mulai mendiversifikasikan sumber pendanaannya. “Jangan terlalu banyak di surat utang. Diversifikasi misal ke investasi langsung dari asing,” imbuh David.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar