Dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan ini, tingkat penjualan dan sewa seluruh sektor properti masih mengalami perlambatan yang merupakan kelanjutan dari perlambatan selama triwulan I 2015 yang dibayangi oleh kondisi ekonomi, depresiasi rupiah, dan persaingan pasokan.
Vivin Harsanto, Head of Advisory Jones Lang Lasalle (JLL) Research Indonesia menyimpulkan, secara keseluruhan pasar properti mengalami perlambatan sedangkan sektor hunian adalah salah satu sektor yang mengalami penurunan paling signifikan di triwulan ini dibandingkan sektor properti yang lain.
Permintaan properti hunian menurun 68% dari 4.600 unit di kuartal I 2015 menjadi 1.400 unit pada kuartal II 2015. Sedangkan permintaan properti untuk perkantoran di wilayan central business district (CBD) masih mengalami kenaikan di kuartal II 2015 menjadi 7.800 m2, dari kuartal I 2015 yang hanya sekitar 5.000 m2.
Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, kebijakan baru terkait pengenaan pajak barang mewah (PPnBM) untuk properti. Kedua, penggunaan rupiah untuk semua transaksi. Ketiga, dibukanya kesempatan kepemilikan properti bagi orang asing. “Ini menyebabkan para developer maupun calon investor mengambil langkah wait and see dan mengatur strategi untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut,” kata Vivin.
Head of Markets JLL Research Indonesia Angela Wibawa menambahkan, tingkat hunian perkantoran di keseluruhan segmen CBD sedikit turun di kisaran 92% dari sebelumnya 94% pada akhir tahun 2014.
Terjadi tingkat permintaan positif sebesar 7.800 m2 berasal dari ekspansi maupun tenant asing yang baru masuk pertama kali ke CBD. Sekitar 5.000 m2 tingkat serapan yang terjadi di gedung-gedung grade B. sedangkan segmen grade premium dan grade A mengalami penurunan okupansi.
Di pasar perkantoran di luar CBD, penyerapan ruang perkantoran selama triwulan II 2015 sebesar 8.900 m2 terjadi di gedung perkantoran grade B & C di Jakarta Selatan, khususnya daerah TB Simatupang. Tingkat hunian gedung perkantoran di luar CBD turun 1% menjadi 87% akibatnya adanya pasokan baru sebanyak 52.000 m2 di Jakarta Selatan (TB Simatupang) dan Jakarta Pusat (Kemayoran).
Adapun harga sewa di pasar perkantoran CBD relatif stagnan selama triwulan 2, kecuali pada gedung grade C yang mengalami kenaikan sekitar 3% dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami kenaikan 5%-6%. “Para pengembang memiliki tendensi untuk menyesuaikan harga sewa mereka, di tengah kondisi kompetisi yang semakin ketat di sepanjang tahun 2015 ini,” ujar Angela.
Sementara itu, tingkat penyerapan pasar hunian kondominium menurun cukup drastis pada triwulan II 2015 mencapai 1.400 unit, sedangkan total penyerapan pasar kondominium di triwulan I 2015 mencapai 4.600 unit. Adapun pasokan hingga 2018 mencapai 60.000 unit. “Lambatnya penjualan selama triwulan II dikarenakan sikap wait and see para pembeli terkait kejelasan regulasi perpajakan,” sebut Luke Rowe, Head of Residential JLL Research Indonesia.
Namun sektor hunian vertikal masih dianggap sebagai instrument investasi yang menarik.
Selanjutnya, pada triwulan II 2015 tingkat hunian ruang ritel juga mengalami penurunan 1% mencapai 91%, di mana tidak mengalami perbedaan signifikan terhadap tingkat hunian triwulan I 2015.
Turunnya tingkat hunian pada triwulan II 2015 dikarenakan masuknya pasokan baru di Jakarta Selatan dengan tingkat hunian yang masih rendah. Dengan kondisi ekonomi saat ini beberapa retailer menangguhkan rencana ekspansi.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar