BI dan Kemkeu Minta Revisi Asumsi Ekonomi 2016 ke DPR

economic 2

Jakarta. Ketidakpastian Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam mengambil kebijakan kenaikan suku bunga dan dampak devaluasi  mata uang China, membuat Bank Indonesia (BI) pesimistis menghadapi tahun 2016. Otoritas moneter tersebut memilik untuk merevisi target makro ekonomi tahun depan.

Pertama, BI melebarkan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Gubernur BI Agus Martowardojo memproyeksikan, mata uang Garuda tahun depan berada di kisaran Rp 13.400-Rp 13.900 per dollar AS. Nilai tersebut terdepresiasi dibandingkan dengan angka perkiraan sebelumnya, sebesar Rp 13.400 – Rp 13.700 per dollar AS.

“Hal ini mempertimbangkan perkembangan nilai tukar terkini dan masih tingginya ketidakpastian global,” kata Agus, dalam Rapat Asumsi Makro 2016 dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (15/9).

Sepanjang tahun 2015, rupiah terus tertekan. BI mencatat, sejak Januari hingga 14 September 2015, rupiah anjlok hingga 15,87%. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, depresiasi rupiah hanya 1,8%.

Selain kondisi ekonomi global, keadaan ekonomi domestik ikut membantu melemahnya rupiah. BI melihat, rontoknya nilai tukar rupiah tahun ini juga terjadi akibat adanya permintaan valas yang tinggi untuk pembayaran utang. Selain itu, pelambatan pertumbuhan ekonomi tanah air juga menjadi sentimen negatif bagi nilai tukar rupiah.

“BI akan terus berada di pasar, memperlihatkan kondisi pasar dan kecukupan devisa,” tambah Agus.

Kedua, BI menurunkan proyeksi asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dari kisaran 5,3%-5,7%, menjadi 5,2%-5,6%. Pemangkasan proyeksi ini dilakukan dengan alasan kondisi ekonomi global tidak sebaik yang diperkirakan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku, pertumbuhan ekonomi 2016 akan berada di bawah 5,5%. “Pokoknya yang paling realistis (dibawah 5,5%),” tegasnya.

Lebih lanjut, Agus bilang pelambatan ekonomi dunia, berdampak pada menurunnya harga komoditas ekspor. Untuk tahun ini saja, BI memperkirakan harga komoditas ekspor Indonesia akan turun jadi 16%, dari perkiraan awal 11%.

Meski kecil, Agus menyatakan, pertumbuhan ekonomi RI tahun depan akan didorong oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan sebesar 3,8%. Sementara dari dalam negeri ada peningkatan permintaan domestik sejalan dengan kenaikan investasi pemerintah.

“Pertumbuhan investasi ke depan terutama oleh investasi infrastruktur, ini terkait dengan realisasi proyek-proyek pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi rumah tangga akan meningkat,” tambah Agus.

Meski demikian, perubahan tersebut belum diputuskan oleh anggota DPR. Sebab, Anggota Komisi XI Fraksi Partai PDI-P Andreas Eddy Susetyo mengusulkan, pembahasan asumsi makro 2016 menunggu hasil FOMC agar ada pertimbangan kuat mengenai kondisi ekonomi global dan dampaknya ke domestik.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar