JAKARTA. Seperti yang diprediksi Harian KONTAN kemarin, Bank Sentral Amerika Serikat menunda mengerek bunga acuan (The Fed rate) pada bulan ini. Sekilas, keputusan itu bisa berefek positif bagi pasar Indonesia. Namun, jangka panjang, langkah The Fed menunda kenaikan bunga acuan justru memunculkan ketidakpastian.
Lirik saja, pasca pengumuman The Fed, pemodal asing tetap menarik keluar dana dari pasar saham Indonesia. Pada penutupan Jumat (18/9), asing mencetak net sell segede Rp 464 miliar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini menggenapkan posisi net sell asing yang mencapai Rp 10,58 triliun sejak awal tahun hingga kemarin.
Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman menilai, penundaan kenaikan The Fed rate tak cukup kuat menarik dana asing kembali ke Indonesia. Penundaan kenaikan suku bunga justru memicu tingginya ketidakpastian di pasar.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo memaparkan, ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed merupakan risiko. Kondisi ini memicu para pemodal melakukan aksi jual dan memancing koreksi pasar. Dalam jangka pendek dia memperkirakan, IHSG berpotensi terkoreksi ke bawah level 4.111.
Bahkan analis First Asia Capital David Sutyanto beranggapan, hot money sudah tak ada di pasar modal. “Dengan kondisi seperti ini, asing terus berspekulasi, AS masih menyimpan kartu. Pasar modal butuh kepastian,” ucap dia.
Dana yang tersisa di pasar modal tinggal milik pemodal lokal. Menurut David, pengelola dana lokal puasa transaksi selama sepekan terakhir. Namun, di hari terakhir perdagangan pekan ini, mereka kembali mengamankan posisi untuk sebulan sampai dua bulan mendatang.
Meski demikian David melihat, penundaan kenaikan bunga The Fed meniup sentimen positif ke pasar. Di jangka pendek dia memperkirakan, IHSG menanjak ke 4.500-4.600 dalam sebulan sampai dua bulan ke depan.
David mengkhawatirkan pasar domestik kembali bergoyang menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada Oktober dan Desember tahun ini. Dia menyebutkan, bagaimanapun The Fed harus mengerek suku bunga, mengingat AS telah delapan tahun memiliki suku bunga rendah. jika The Fed mengerek suku bunga David memprediksi, rupiah bisa ke Rp 15.000 per dollar AS.
Norico menyatakan, setiap pelemahan rupiah, pemerintah selalu mengatakan jangan khawatir. Menurut dia, pernyataan itu tak akan memberi kesan bagus di mata investor. Padahal, investor merasa perlu melihat aksi nyata, bagaimana pemerintah mengatasi perlambatan ekonomi. “Kalau tak ada realisasi, paket kebijakan ekonomi hanyalah pepesan kosong. Toh ekonomi masih melambat dan tekanan rupiah masih berlanjut,” ungkap Norico.
Apabila pemerintah tak mempercepat akselarasi pertumbuhan ekonomi, Indonesia akan tertinggal. Jika pemerintah tak melakukan langkah apapun, asing akan terus menarik dana mereka dari pasar Indonesia. Pemerintah perlu melakukan langkah serius sebelum Federal Reserve mengerek suku bunga.
David menyarankan, pemerintah memberi stimulus ekonomi. Menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan opsi termudah. Tapi Satrio merasa, pemerintah jiper menurunkan harga BBM. Apalagi, penurunan harga BBM tak lantas menjadikan harga-harga lain ikut turun.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar