Pengusaha Mengkritik Denda Pembayaran Upah

5

JAKARTA. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengupahan yang kini tengah difinalisasi pemerintah masih menimbulkan polemik. Kali ini, para pengusaha mengkritik soal ketentuan denda bagi perusahaan yang terlambat membayarkan upah kepada para pekerjanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, adanya klausul pengenaan denda terhadap perusahaan yang telat membayar upah kepada pekerjanya dinilai berlebihan. “Itu akan menimbulkan ketegangan baru (antara pengusaha dengan buruh),” kata Haryadi, Senin (12/10).

Catatan saja, dalam pasal 54 draf RPP tentang Pengupahan yang didapat KONTAN menyebutkan pengusaha yang terlambat membayar upah dikenai denda dengan beberapa ketentuan.

Pertama, keterlambatan mulai dari hari ke empat sampai hari ke delapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar, dikenakan denda 5% untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan.

Kedua, sesudah hari ke delapan, denda keterlambatan pembayaran upah ditambah menjadi 6% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan satu bulan tidak boleh melebihi 5% dari upah yang seharusnya dibayar.

Ketiga, bila upah masih belum dibayar setelah sebulan keterlambatan, maka denda yang dikenakan sebesar 6% ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah. Membebani pengusaha Selama ini, kata Hariyadi persoalan keterlambatan pembayaran gaji atau upah bisa diselesaikan di internal perusahaan.

Hariyadi bilang, adanya aturan tertulis tentu akan membebani pengusaha. Menurut Hariyadi, pada dasarnya pengusaha tentu tidak ingin membayarkan upah melebihi waktu yang telah ditentukan.

Bila terjadi keterlambatan, kata dia, itu dikarenakan berbagai faktor yang tidak disengaja. Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, KSPI belum bisa menyatakan dukungan atas klausul pengenaan denda ini.

Sebab, secara prinsip KSPI masih menolak RPP tentang Pengupahan. Pasalnya, pemerintah tidak pernah melakukan sosialisasi tentang isi aturan ini. “Kami tidak pernah diberitahukan secara detail isi RPP tentang Pengupahan hingga saat ini,” kata Rudi.

Padahal, RPP ini akan diumumkan presiden Kamis ini bersama paket kebijakan IV. RPP tentang Pengupahan juga memuat penghitungan formula kenaikan Upah minimum berdasarkan tiga indikator, yakni inflasi, tingkat produktivitas buruh (alfa), dan produk domestik bruto (PDB) di tiap kabupaten/provinsi.

Rudi menambahkan, dengan formula pengupahan yang ditetapkan itu maka pemerataan gaji antara kota-kota di Jawa dan luar jawa tidak bisa tercapai. Padahal, selisih gaji di daerah-daerah di Jawa dan luar Jawa sangat besar, mencapai 300%.

Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak bilang, pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan beleid tentang pengupahan ini. Bila tidak, calon beleid itu justru akan menjadi bumerang . Menurutnya, dalam menyusun aturan, sebaiknya pemerintah menampung aspirasi para pengusaha dan pekerja.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , ,

Tinggalkan komentar