Jakarta. Pemerintah mulai mencari jalan untuk menutup kemungkinan kenaikan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Dengan potensi kekurangan atau shortfall penerimaan pajak yang lebih dari Rp 120 triliun, penghematan belanja dan menambah utang baru akan dilakukan.
Penghematan dilakukan untuk menjaga defisit APBNP 2015 dibawah 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Penghematan dilakukan untuk belanja kementerian dan lembaga (K/L). Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani bilang, untuk bisa berhemat, kementerian keuangan akan memantau belanja di setiap kementerian dan lembaga.
Askolani bilang, pemghematan yang akan dilakukan sebenarnya merupakan penghematan alami. “Belanja yang bisa kita kendalikan akan dikendalikan. Yang bisa dihemat, kami hemat. Bukan pemangkasan, bukan pemotongan,” katanya di Gedung DPR, Senin (19/10).
Dia yakin defisit tahun ini tidak akan mencapai 2,5% karena anggaran belanja kementerian dan lembaga tidak akan terserap 100%. Kemkeu juga mengawasi agar kementerian atau lembaga tidak mengalihkan anggarannya ke program-program yang tidak produktif. “Kami tidak mau K/L sembarangan belanja,” tambahnya.
Pajak dan utang
Sampai 30 September 2015, realisasi penerimaan pajak memang masih minim. Data Ditjen Pajak menunjukkan, dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasinya baru mencapai 53,02% atau Rp 686,274 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, total realisasi pajak sampai akhir September 2015 turun 0,26%.
Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non migas menjadi satu-satunya pajak yang tumbuh. Dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi PPh non migas tumbuh 8,65%. Realisasi PPh non migas tertinggi ialah PPh Pasal 25/29 orang pribadi yakni sebesar 28,84% atau Rp 4,643 miliar dibandingkan tahun 2014. Dengan begitu penerimaan PPh Pasal 25/29 orang pribadi sudah mencapai 89,04% dari target.
Dalam rilis resminya, Ditjen Pajak menyatakan, pertumbuhan yang tinggi dipicu oleh banyaknya pelunasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Hal itu karena keberhasilan penegakan hukum khususnya pencegahan ke luar negeri dan penyanderaan (gijzeling) wajib pajak.
Melihat realisasi yang minim, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui penerimaan pajak tahun ini sulit mendekati target. Selisih penerimaan pajak dengan target pajak semakin melebar dari perkiraan semula sebesar Rp 120 triliun. “Hitungan terakhir, penerimaan pajak mungkin shortfall Rp 130 triliun-Rp 140 triliun,” katanya.
Direktur surat utang negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Lotto Srianita Ginting bilang, akan mencari pinjaman multilateral jika defisit membengkak. “Jika defisit melebat di atas 2,23%,” katanya, Senin (19/10). Pemerintah mematok target defisit APBN-P 2015 sebesar 2,23% dari PDB. Target itu naik dari sebelumnya yang sebesar 1,9%. Defisit 2,23% dengan asumsi shortfall pajak Rp 120 triliun.
Pemerintah tidak bisa mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), karena nilainya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang APBNP 2016, yakni sebesar Rp 242,5 triliun (netto).
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar