Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan akan memprioritaskan pembahasan sektor jasa dan industri kreatif dalam revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) atau yang sekarang disebut pedoman investasi. Kedua sektor ini jadi prioritas karena banyak investor mengincarnya dan BKPM menilai dua sektor ini menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, BKPM memang mendahulukan pembahasan sektor-sektor yang berorientasi ekspor dan menciptakan banyak lapangan kerja, seperti sektor jasa dan industri kreatif.
Di sektor jasa, rencananya pemerintah akan membuka investasi asing untuk bisnis pemakaman dan panti wreda atau senior living. Sementara di industri kreatif, pemerintah akan membuka kepemilikan investasi asing di bioskop dan peredaran film.
“Kasihan para investor pemakaman, mereka bingung musti daftar ke mana, karena semua institusi menolak. Padahal investasinya besar,” kata Franky.
Sebelumnya, Franky pernah bilang sudah ada dua investor asing dari Jepang dan Australia yang ingin berinvestasi di bisnis senior living dengan nilai investasi masing-masing US$ 40juta dan US$ 26 juta.
Franky menjelaskan, investor asing mulai mengincar investasi di sektor-sektor sosial yang seharusnya bisa disediakan pemerintah, seperti pemakaman dan panti wreda.
Di bisnis pemakaman saat ini peluang investasi dibuka hanya bagi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Sedangkan panti wreda, penyediaan dan pengelolaan dilakukan badan hukum yayasan dengan orientasi nonprofit.
Di bisnis pertunjukan film atau bioskop, BKPM telah menerima persetujuan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) agar bisnis ini dibuka untuk investor asing maksimal 51%. BKPM akan membuka bisnis bioskop untuk pemodal asing karena rasio antara jumlah penduduk dengan jumlah layar masih kecil. “Baru 1.054 layar untuk 250 juta penduduk,” ujar Franky.
Dengan dibukanya bioskop-bioskop baru diseluruh Indonesia, diharapkan industri film dalam negeri juga berkembang. Sebab nantinya akan ada pengaturan porsi konten lokal dan asing. Kendati asing memiliki bioskop di Indonesia, mereka diwajibkan memutar film-film lokal.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, masih banyak perdebatan antara satu kementerian dan lembaga soal revisi DNI. Dengan kondisi itu, maka aturan ini tidak mungkin rampung tahun ini. Pemerintah menargetkan, revisi DNI bisa selesai pada Januari 2016. “DNI menyangkut banyak institusi pemerintah, kementerian dan lembaga,” ujarnya, Jumat (4/12).
Sebab itu, pembahasan DNI atau pedoman investasi ini tidak bisa dipaksakan. Apalagi baru diklaim satu instansi seperti BKPM, walaupun BKPM menjadi inisiator dan menjadi leading department dalam membahas perubahan DNI.
Ekonom BCA David Sumual menilai, perubahan DNI bisa berdampak positif, tapi juga bisa mengancam industri lokal, di antaranya industri film. Sebab itu, pemerintah harus bisa memastikan, masuknya banyak perusahaan asing akan memberikan ruang bagi pengusaha film dan industri kreatif lain berkembang.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar