Pajak Mengincar Trasanksi Duit Elektronik

17Pertumbuhan tinggi, Ditjen Pajak incar pajak transaksi e-money.

Perkembangan teknologi menuntut masyarakat untuk berubah. Kebiasaan lama yang sudah using mulai ditinggalkan, berganti dengan kebiasaan yang mendukung gaya hidup praktis.

Salah satu kebiasaaan yang mulai tinggalkan untuk keperluan tertentu adalah penggunaan uang kartal. Masyarakat mulai memilih untuk menggunakan uang elektronik (e-money) lewat kartu atau yang tertanam di telepon selular (ponsel) untuk melakukan sejumlah transaksi, seperti membayar tol dan parker serta membeli buku. Bahkan, ada operator transportasi yang mewajibkan pembelian tiket dengan e- money.

Sejak mengemuka tahun 2008 lalu, tren penggunaan e-money terus melaju. Data Bank Indonesia(BI) termutahkir menunjukkan, selama Januari hingga Oktober 2015, nilai transaksi uang elektronik di negeri ini total mencapai Rp 4,3 triliun atau rata-rata sekitar Rp 358,3 miliar per bulan. Sementara volume transaksi e-money lebih dari 450 juta transaksi. Ini berarti, kontribusinya sudah sebesar 10% dari total transaksi nontunai.

Nilai transaksi selama sepuluh bulan pertama di 2015 itu melamapaui total transaksi uang elektronik pada 2014. BI mencatat, sepanjang tahun lalu nilai transaksi uang elektronik sebesar Rp 3,31 triliun. Sedang volume transaksi e-money mencapai 203,36 juta transaksi.

Santoso, Head Consumer Card Bank Central Asia (BCA), mengatakan, perkembangan e-money yang pesat lantaran masyarakat merasakan secara nyata keuntungan menggunakan duit elektronik. Dengan e-money, transaksi menjadi lebih praktis dan aman. Masyarakat juga tidak perlu lagi mengumpulkan uang pecahan kecil untuk pembayaran. “Bagi bank, e-money membuat biaya pengelolaan uang kartal , pecahan kecil berkurang, “ujarnya.

Saat ini BCA sudah menerbitkan tujuh juta keeping kartu e-money bernama Flazz. Rata-rata transaksinya berkisar Rp 900 miliar hingga Rp 1 trliun per tahun. Sebagai besar uang elektronik BCA digunakan dalam sektor transportasi. Misalnya, untuk membayar parker dan membeli tiket kereta commuter line dan busway.

Menurut Rahmat Broto aji, Vice President Transactional Banking Retail Bank Mandiri, secara karakter e-money memang sangat cocok dipakai untuk pembayaran moda transportasi. Sebab, transaksinya dalam nilai kecilnyadan dilakukan secara berulang-ulang. Dalam pantauan BI, rata-rata transaksi e-money perorangan saban hari Rp 10.000 per individu.

Sejauh ini Bank Mandiri mengeluarkan 6,4 juta keping kartu uang elektronik bernama mandiri e-money. Transaksinya signifikan, dari 12 juta transaksi di Januari lalu menjadi 23 juta transaksi pada November. Adapun total nilainya di atas Rp 1,15 triliun.

Selain moda transportasi, Bank Mandiri juga akan mendorong penggunaan e-Money untuk transaksi ritel. Tahun depan pemilik mandiri e-money bisa melakukan kegiatan perbankan setor tunai dan tarik tunai di gerai-gerai Indomaret.

Info saja, saat ini terdapat 20 penerbit e-money. Perinciannya: sembilan bank dan 11 non bank, baik perusahaan telekomunikasi maupun perusahaan jasa layanan transaksi. Dalam waktu dekat, Bank OCBC NISP, Bank Bukopin, dan Bank Tabungan Negara (BTN) akan menjadi penerbit e-Money.

 

Biaya transaksi

Melihat potensi transaksi yang besar, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berniat mengutip pajak atas transaksi e-money. Untuk itu, lembaga pemungut pajak ini akan berbicara dengan otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai alur transaksi uang elektronik secara detail, sehingga diketahui potensi pajaknya.

Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Huibungan Masyarakat Ditjen Pajak, bilang, pengenaan pajak akan tergantung pada pemetaan bisnis e-money. Yang jelas, setiap transaksi yang menghasilkan pendapatan alias fee bagi bank bakal kena pajak.”Karena itu, e-money terbitan bank harus dilaporkan pada kami, apakah mereka dapat penghasilan atau tidak, “kata Mekar.

Menurut Dicky Rozano, Executive Vice President Electronic Banking Division Bank Rakyat Indonesia (BRI), bank belum menarik fee dari transaksi e-money. BRI hanya menjual kartu e-money sebagai pengganti biaya cip yang ditanam di kartu itu. Harga jualnya sudah termasuk pajak. “Kami Cuma menyediakan sistem pembayaran,”ujarnya. Kini BRI sudah menerbitkan lebih dari empat juta keeping kartu uang elektronik dengan tajuk Brizzi.

Cuma, Rahmat mengungkapkan, bank bisa mengantongi fee atas transaksi e-money dari merchant melalui merchant discount rate (MDR). Sebab, merchant mendapatkan keuntungan dari mesin electronic data capture (EDC), yang dipinjamkan bank. Keuntungannya berupa kemudahan transaksi dan berkurangnya risiko menyimpan uang tunai.

Pengenaan MDR telah diterapkan pada layanan parkir di Kota Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI menggandeng sejumlah bank dalam pembayaran parkir guna memaksimalkan potensi pajak dari parkir. “Namun, untuk merchant seperti minimarket belum kami terapkan MDR, “kata Rahmat.

Meski begitu, Santoso meminta Ditjen Pajak hati-hati dalam mengenakan pajak pada transaksi e-money. Sebab, penggunaan e-money juga merupakan program pemerintah untuk penyaluran bantuan tunai lewat Kartu Indonesia Pintar (KIS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). “Jangan sampai rencana pajak ini malah membuat masyarakat kembali ke kebiasaan lama, “imbuh Santoso.

Bayar parkir atau yang lain pakai receh lagi ya, Pak.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar