Produksi TINS Terancam Pencabutan Izin Tambang

JAKARTA. Produksi PT Timah Tbk terancam anjlok. Gubernur Bangka Belitung Rustam Efendi mengancam akan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik perusahaan dengan kode saham TINS di Teluk Kelabat, Bangka Belitung.

Efek pencabutan izin tersebut dipastikan akan mengancam produksi timah TINS yang mayoritas ada di lepas pantai. Apalagi, sekitar 70% produsi timah PT Timah berasal dari lokasi yang izinnya akan ditutup ini.

Rencana pencabutan kali ini nampaknya serius. Rustam bahkan dikabarkan telah memberikan rekomendasi pencabutan izin ke Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan alas an ada penolakan dari nelayan setempat. Nelayan menuding tambang timah di alut menyebabkan pencemaran sehingga mengganggu nafkah mereka.

Sekretaris Perusahaan PT Timah, Agung Nugroho menyatakan, TINS memang telah menghentikan sementara penambangan di Teluk Kelabat. “Penghentian sampai kondisi memungkinkan karena sering terjadi demo nelayan,” terang Agung kepada KONTAN, Rabu (20/1).

Namun, TINS mengaku tak habis pikir dengan sikap Gubernur Babel yang malah akan mencabut IUP TINS ini. Agung merasa, pemberhentian pertambangan ini tidak adil karena sebagai badan usaha milik negara, TINS melakukan penamabangan secara legal. Sebaliknya para penambang illegal malah didiamkan. “Kami tidak ingin yang legal dan untuk negara malah diganggu sementara yang illegal masih terus jalan,” ujaranya geram.

Makanya, PT Timah tidak akan tinggal diam dan akan terus melanjutkan operasinya di offshore. Pasalnya, jika produksi timah di Teluk Kelabat dihentikan, 70% produksi total timah PT Timah akan hilang. “Kami tidak akan menghentikan produksi sebelum ada surat resmi penghentian,” tandasnya. TINS khawatir, pencabutan izin di Kelabat akan berdampak ke seluruh tambang di lautan yang kini mereka operasikan.

Manajemen TINS melihat masa depan produksi mereka memang ada di laut. Sementara di darat cadangannya tinggal sedikit. Saat ini luas izin penambangan yang dimiliki PT Timah sekitar 511.000 hektare (ha). Sebagai catatan,t ahun lalu, TINS mampu memproduksi sekitar 26.000 ton hingga 32.000 ton.

Tak melanggar Amdal

Dicky Markam. Kepala Bidang Usaha Pertambangan Bangka Belitung belum mau membeberkan recana pencabutan IUP TINS tersebut. “Langsung Tanya ke Gubernur Babel saja. Saya kurang berani menjawabnya, takut ada salah-salah, mohon maaf,” ungkapnya saat dihubungi KONTAN, Rabu (20/1).

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementrian ESDM Mohammad Hidayat menegaskan, hingga kini Kementrian ESDM, belum menerima Gubernur Babel yang merekomendasikan IUP penambangan timah di laut tersebut.

“Sekarang timah memang lebih banyak di offshore, kok malah akan dicabut izinnya. Suratnya tidak ada itu,” tegasnya kepada KONTAN, Rabu (20/1).

Atas sikap Gubernur tersebut , Hidayat mengaku akan mengadakan koordinasi lintas kementrian seperti Kementrian Kelautan agar pemerintah daerah tidak berjalan sendiri mencabut IUP timah di laut.

“Saya pikir perlu ada koordinasi, penambangan itu dilakukan atau dikelola untuk kemakmuran rakyat. Jangan sampai juga rakyat sebagai nelayan terganggu. Kami akan koordinasi dengan Kementrian Kelautan agar sama-sama tidak ada masalah,” ujarnya.

Jika pencabutan IUP karena limbah, Kementrian ESDM tidak sepakat. Sebab, saat memberikan izin penambangan di laut kepada TINS, sudah ada izin kajian Analisis dampak lingkuangan (Amdal). “Izin Amdal itu keluar tidak sembarangan,” tandasnya.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

1 reply

  1. bagus juga kalau nga nambang lagi di bangka, merusak saja

    Suka

Tinggalkan komentar