JAKARTA. Efek kebijakan pembatasan impor jagung mulai menjalar ke berbagai pihak. Setelah perusahaan produsen pakan ternak yang kesuliatan memperoleh bahan baku untuk berproduksi, maka kini giliran peternak rakyat yang menjerit.
Harga jagung yang saat ini di pasar Rp 6.500 per kilogram (kg) jelas menjadi pukulan telak bagi peternak kecil ini, maklum, harga jagung ini sudah naik hingga 100% dari harga normal yang hanya Rp 3.200 per kg.
Selain harga tinggi, stok jagung lokal juga masuk musim paceklik karena baru akan panen pada Maret 2016 mendatang.
Musbar, Ketua Forum Peternak Layer Nasional mengatakan, anggotanya adalah peternak ayam petelur yang menyuplai sebanyak 7.800 ton telur per hari ke seluruh Indonesia. Saat ini kondisi para pternak layer sangat kekurangan pakan ternak. Rata-rata kebutuhan peternak layer sebanyak 260.000 ton jagung per bulan dengan stok minmal 20%. “Jadi kebutuhan kami per bulan sekitar 300.000 ton jagung,” ujan Musbar, Senin (25/1).
Makanya, Musbar mengaku telah meminta bantuan kepada Perum Bulog untuk memasok jagung ke anggotanya. Bulog rencananya kaan memasok jagung sebanyak 20.000 ton kepada peternak layer ini. Bulog juga akan menjual jagung dengan harga Rp 3.350 per kg, atau jauh lebih murah dari harga jagung lokal saat ini.
Direktur Pengadaan Bulog Wahyu membenarkan bahwa Bulog akan mengutamakan peternak rakyat kelas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pengadaan jagung impor. “Bulog akan memenuhi kebutuhan para peternak rakyat,” ujarnya.
Bulog akan mendatangkan dari Brasil dan Argentina dalam triwulan pertama 2016 ini. Ada sebanyak 600.000 ton jagung yang akan diimpor Bulog untuk menstabilkan harga. Bulog juga akan menjajaki peluang impor jagung dari negara lain, seperti Spanyol dan Ukraina.
Belum cukup umur
Krisis jagung yang mengarah pada krisis pakan ini memang menyulitkan peternak ayam. Sigit Prabowo, Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) menyatakan, harga pakan merupakan pembentuk utama harga ayam. Jika harga pakan melonjak, maka dapat dipastikan harga ayam di pasaran akan meningkat. “Biaya pakan memegang porsi lebih dari 60% dari biaya produksi ayam,” ujarnya.
Saat terjadi krisis pasokan jagung sebagai bahan baku pakan seperti sekarang, Sigit mengklaim, peternak ayam telah menyiasati dengan mengganti jagung dengan gandum. Namun hal itu justru merugikan peternak lantaran waktu pemeliharaan ayam yang lebih lama sehingga biaya produksi otomatis ikut membengkak.
Sekedar informasi, jika menggunakan pakan berasal dari jagung, peternak butuh waktu panen 30 hari – 35 hari, namun jika diganti dengan gandum, maka masa panen bisa molor hingga 45 hari.
Abdullah Mansuri, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menyebut pasokan daging ayam di pasaran saat ini cenderung menipis. Padahal permintaan ayam mulai normal setelah sempat meningkat di akhir tahun lalu karena Natal dan Tahun Baru.
Indikatornya adalah harga daging ayam yang tetap tinggi dan ditemukan di banyak pedagang ayam yang menjual daging ayam yang belum waktunya panen. “Karena ketiadaan pasokan, sejumlah peternak berani melepas ayam yang masih di bawah umur untuk dijual,” tegasnya.
Akibat kejadian ini, Abdullah mengklaim, pedagang ayam di pasar dirugikan. Selain harga yang tinggi, kualitas daging ayam yang diperoleh juga cukup rendah.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar