RMOL. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menentang kebijakan pemerintah Perancis yang memberlakukan pajak progresif untuk semua produk berbahan minyak kelapa sawit.
“Rencana kebijakan itu menunjukkan kecongkakan luar biasa dan sangat tidak beralasan,” ujar Rizal melalui siaran pers yang dikirim kepada redaksi beberapa saat lalu, Rabu (3/2).
Kebijakan pajak progresif untuk semua produk berbasis minyak kelapa sawit yang dikeluarkan Perancis, kata Menko Rizal, bisa membuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan Perancis meregang.
Kebijakan Perancis, katanya, akan mematikan sumber kehidupan 2 juta petani sawit Indonesia dengan area lahan kurang dari 2 hektar, dan mengancam 16 juta orang Indonesia yang hidup dari kepala sawit.
Bahkan, masih kata dia, RUU yang akan diterapkan Peranci tersebut juga mencantumkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan dan 4,6 persen untuk minyak inti kelapa sawit atau kernel.
“Sikap sangat tidak bersahabat dari Perancis yang berlebihan itu jelas dan dengan sengaja beritikad mematikan industri sawit Indonesia,” kata mantan Menko Perekonomian era Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Untuk diketahui, dalam rancangan amandemen Undang-Undang (RUU) Nomor 367 tentang Keanekaragaman Hayati yang berlaku di Perancis, pajak progresif untuk produksi sawit dimulai pada 2017. Pada tahun tersebut, proyek sawit dikenakan pajak 300 Euro per ton.
Pada 2018 nanti, pajaknya naik menjadi 500 Euro per ton, kemudian naik lagi menjadi 700 Euro per ton pada 2019, lalu menjadi 900 Euro per ton pada 2020.
“Kebijakan ini aneh karena pajak tersebut tidak berlaku pada biji rapa, bunga matahari, dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Perancis,” tukas Menko Rizal.
Sumber: rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar