Memihak yang Berinvestasi dan Membangun Industri

Sikap pemerintah jelas : ada insentif untuk produsen, tapi tidak untuk “pedagang” otomotif.

Meskipun kabar penutupan keagenan dan beberapa pemain mendera industry otomotif, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) tetap optimistis industry otomotif di Indonesia masih bagus. Kepada KONTAN, Johnny Dharmawan, Ketua III Gaikindo, mengatakan, tahun lalu Gaikindo memang sempat merevisi target penjualan dua kali.

Penyebab revisi adalah situasi global yang membawa dampak ke depresiasi rupiah. Beban produksi kendaraan akhirnya ikut naik lantaran biaya bahan baku dan komponen impor mahal. Alhasil, produsen terpaksa otak-atik dan mengerek harga di tengah merosotnya daya beli. Ujung-ujungnya, penjualan pun bisa terancam dari target.

Awalnya, Gaikindo memprediksi, penjualan mobil bisa menyentuh 1,2 juta unit pada 2015. Gaikindo lantas merevisinya di pertengahan tahun jadi 1,1 juta dan mengubahnya lagi menjadi 950.000 sampai 1.000.000 unit. Akhir 2015, penjualan mobil menyentuh 1.013.300 unit. “Tahun ini saya optimistis masih bisa tumbuh 5%,” tegas Johnny yang juga petinggi PT Astra International Tbk ini.

Artinya, tahun 2016, Gaikindo menargetkan penjualan mobil setidaknya bisa bertambah 50.665 unit mobil atau menjadi 1.063.965 unit alias terpaut sedikit dengan target versi Kementerian Perindustrian (Kemperin). Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemperin I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, total volume produksi 2015 mencapai 1.098.780 unit. Sedang penjualan 2015 mencapai 1.013.291 unit.

Ia menargetkan, tahun 2020 nanti, produksi mobil di Indonesia bisa menyentuh 2,5 juta dengan target ekspor di atas 600.000 unit. Tahun 2025, imbuh Putu, produksi diperkirakan 4,1 juta unit. “Masih optimistis karena peluang pasar dalam negeri masih cukup besar,” ujar dia.

Saat ini, kendaraan bermotor produksi di Indonesia sudah diekspor ke 80 negara lebih. Total ekspor completely built up (CBU) 2014 sebesar 202.273 unit dan tumbuh di tahun berikutnya menjadi 207.691 unit. Sedangkan, total ekspor rakitan alias completely knocked down (CKD) di 2014 mencapai 108.580 unit dan tumbuh jadi 108.770 unit pada tahun lalu.

IJEPA

Untuk mencapai target dan mengembangkan industry otomotif dalam negeri, Putu menjelaskan, kebijakan pemerintah sangat jelas, yaitu mendorong industry komponen otomotif makin tumbuh besar dan mampu bersaing, terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Di samping itu, Pemerintah juga mendorong para produsen yang memproduksi di dalam negeri bisa mendapatkan bahan baku, termasuk komponen bodi kendaraan, dan sebagainya.

Pemerintah juga menyediakan berbagai skema insentif fiskal. Misalnya saja, lanjut Putu, jenis-jenis tertentu pajak penjualan ataas barang mewah (PPnBM) yang lebih rendah untuk program low cost green car (LCGC). Untuk impor-impor CBU, pemerintah mengendalikan dengan target dan kebijakan tertentu.

Kebijakan-kebijakan tersebut berlaku untuk mereka yang berinvestasi dan memproduksi alias membangun industry di Indonesia. “Jadi, dia punya fasilitas industry. Kalau yang tidak punya fasilitas industry, kamu tidak bisa memberikan (insentif) itu,” tegas Putu. Ia mencontohkan, Ford Motor Indonesia (FMI) tak punya pabrik di sini. Jadi, FMI cuma jualan. Hanya berdagang sejak 2002. Total jumlah karyawan cuma sekitar 35 orang. “Ford cuma berdagang; bukan berinvestasi mobil. Ford tidak pernah berinvestasi di sini. Ford Cuma mengageni sekaligus menjual,” cetus Putu.

Karena itulah, menurut Menteri Perindustrian Saleh Husin, rencana keluarnya Ford tak akan banyak berpengaruh terhadap industry. Ia optimistis industry masih mampu tumbuh 6%-7% tahun ini. Pertumbuhan tersebut masih ditopang oleh investasi General Motor yang menutup produksi merek Chevrolet berkongsi dengan Wuling Motors. “Nilai investasinya Rp 11 triliun dan mudah-mudahan tahun 2017 pabriknya sudah bisa berproduksi,” ucapnya.

GM China (44%), SAIC Motor Corp. (50,1%), dan Wuling Motors (5,9%) akan membangun pabrik di Indonesia. Perusahaan hasil kongsi ini bernama SAIC-GM-Wuling Automobile Co (SGMW) dan akan menjual mobil di Indonesia dengan merek Wuling.

Selain itu, lanjut Saleh, ada Mitsubishi yang membangun pabrik baru untuk beberapa jenis mobil. Tadinya mereka memproduksi di Thailand lalu pindah ke sini. Untuk kebijakan, ia bilang, Pemerintah akan sediakan tax holiday atau tax allowance. “Kita juga kembangkan industry komponennya. Kan ada Krakatau Steel yang kerjasama dengan Nippon Steel dan Osaka Steel,” cetus Saleh.

Tak Cuma berhenti di situ. Pemerintah saat ini juga tengah membahas Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). IJEPA yang dimulai 2008, terdapat fasilitas user specific duty free scheme (US-DFS) alias skema pembebasan bea masuk impor.

Fasilitas korporasi US-DFS ini terdapat pada kluster wadah Manufacturing Industry Development Center (MIDEC) di dalam IJEPA yang mencakup 13 sektor industry. Otomotif merupakan salah satu sub sektor tersebut. Tertulis di dalam MIDEC IJEPA, bea impor akan turun secara bertahap berdasarkan jenisnya.

Nah, jika tariff impor itu turun, kemungkinan besar sektor otomotif dalam negeri bisa tertekan. Faktanya, MIDEC IJEPA sebenarnya tak ada kemajuan berarti meskipun tujuannya bagus. Di sisi lain, kerjasam yang bermula sejak 2008 itu tak menunjukkan perkembangan berarti terjadinya transfer teknologi Jepang ke Indonesia, terutama desain teknologinya.

Dokumen IJEPA Ditjen Kerjasama Industri Internasional, ternyata MIDEC memang sejak awal hanya menyasar penguatan manufaktur komponen lokal, peningkatan kapabilitas pengujian, serta menjadikan produk otomotif berstandar internasional. Selebihnya belum terdapat poin berarti seperti yang diharapkan Kemperin berupa penyerapan desain teknologi.

Johnny bilang, IJEPA ini sebenarnya isu lama. Di negara lain yang punya perjanjian serupa bisa berjalan cepat dan sesuai harapan. Sementara di sini, kok, tak bisa jalan. “Kita ingin seperti lain. Itu saja. Yang jelas, kami industry tetap ingin memproduksi di sini,” tegas Johnny.

Meski belum ketahuan hasilnya, rakor Menko Perekonomian membahas IJEPA sudah berjalan medio Januari 2016. Jepang menuduh Indonesia melanggar perjanjian soal tariff bea impor, meskipun dibantah Kemperin. Siapa yang benar?

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar