JAKARTA – Kerjasama pengembangan lahan milik negara di kawasan Hotel Indonesia disorot. Kabarnya, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kerjasama perusahaan negara PT Indonesia Natour dengan PT Citra Karya Bumi Indah dan PT Grand Indonesia karena diduga merugikan negara Rp 1,2 triliun.
Kerugian negara dari kerjasama ini sebenarnya telah ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lewat pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang diungkap awal tahun ini. Kerugian itu terjadi lantaran penerimaan negara tidak maksimal dalam kontrak kerjasama tersebut.
Komisaris PT Hotel Indonesia Natour (HIN) Michael Umbas bercerita, pada 13 Mei 2004 PT HIN menandatangani kontrak build-operate- transfer (BOT) selama 30 tahun dengan GI. Perjanjian ini mendapat persetujuan dari Soegiarto yang saat ini menjabat Menteri BUMN.
Awalnya, perjanjian itu hanya berisi empat objek fisik bangunan di atas tanah negara. Meliputi hotel bintang lima seluas 42.815 m2, pusat berbelanjaan I dengan luas 80.000 m2, pusat perbelanjaan II sebesar 90.000 m2 dan fasilitas parker 175.000 m2. “Namun tiba-tiba ada pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski yang tidak ada dalam kontrak,” jelas Michael, Senen (15/2). Sayangnya, HIN tidak memperoleh kompensasi walaupun nilai ekonomi keduanya cukup besar.
Kala itu, HIN hanya mendapat kompensasi Rp 400 miliar. Akibat tambahan bangunan Menara BCA dan Apartemen mewah Kempinski, bagian HIN lebih besar.
Kerugian lain berasal dari perpanjangan masa kontrak. Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004. Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun. “Seharusnya perpanjangan ketika kontrak sudah mau selesai,” kata Michael.
Masalah ketiga ialah pengalihan kontrak dari PT CKBI kepada PT Grand Indonesia. Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada Bank untuk memperoleh kredit. PT Grand Indonesia merupakan anak usaha Grup Djarum.
KONTAN belum dapat penjelesan dari Grup Djarum. “Saya tidak tahun dan bukan kapasitas saya untuk komentar. Lebih baik tanya ke direksi GI,” kata Budi Darmawan, jurubicara Djarum. Sementara Direktur Penyidikan pada Jaksa Muda Pidana Khusus Kejagung Fadil Zumhana menolak berkomentar.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar