JAKARTA – Cara baru Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)j untuk pertambangan diprotes lantaran memberatkan pengusaha. Pengusaha mengklaim saat ini beberapa kelompok perusahaan justru mengalami kelebihan bayar pajak hingga Rp 1,5 triliun termasuk PBB.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P Sjahrir kepada KONTAN, Rabu (9/2) mengatakan, harusnya kantor pajak konsisten, saat menagih perusahaan yang dianggap kurang bayar. Pun jika ada kelebihan bayar pajak, harus dikembalikan.
Syahrir memang tidak memperinci perusahaan yang kelebihan bayar pajak. Ia hanya menyebutkan dari perusahaan yang memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi III total kelebihan bayar pajak mencapai Rp 1,5 triliun.
Karena itu, APBI minta kantor pajak segera mengembalikan kelebihan atau restitusi pajak. “Kami tidak minta ubah regulasi, tapi minta ke Kementerian Keuangan agar Direktur Jenderal pajak menerapkan yang sama kepada (sektor dan kelompok usaha) lain,” ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku ikut menjadi penengah antara Kemkeu dengan pengusaha batubara. Mereka tak ingin sektor industri yang tengah terpuruk akibat harga jual batubara yang sedang longsor, masih susah lantaran menghadapi persoalan pajak.
Karena itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, dalam waktu dekat, dirinya siap membahas persoalan perpajakan tersebut dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. “Nanti kami bicara, kami akan negosiasi,” ungkapnya ke KONTAN, Rabu (9/3). Hanya saja Bambang tak mau membeberkan apa yang akan dinegosiasikan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, Mekar Satria Utama mengaku belum tahu agenda kedua Dirjen tersebut akan membahas apa. “Wah… saya juga baru mendengar informasi ini, nanti saya konfirmasi dulu,” katanya.
Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, saat ini beberapa perusahaan tambang batubara yang meneken PKP2B generasi III tengah bersengketa dengan kantor pajak lantaran tidak sepaham dengan cara perhitungan PBB baru yang menghitung kandungan dalam wilayah tambang.
Perbedaan penghitungan ini menyebabkan beban yang harus ditanggung perusahaan tambang jauh lebih besar hingga tiga kali dari estimasi mereka.
Pangkal masalah ini berasal dari penerapan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi Bangunan (PBB) untuk mineral dan batubara. Kantor pajak menghitung PBB tak hanya berdasarkan luas, tapi juga hasil dari lahan yang dikelola perusahaan tambang.
Pemegang PKP2B Generasi III
| 1. PT Baramarta | 12. PT Karya Bumi Baratama |
| 2. PT Batu Alam Selaras | 13. PT Indominco Mandiri |
| 3. PT Tanjung Alam Jaya | 14. PT Jorong Barutama Greston |
| 4. PT Astaka Dodol | 15. PT Trubaindo Coal Mining |
| 5. PT Bara Pramulya Abadi | 16. PT Antang Gunung Meratus |
| 6. PT Baturona Adimulya | 17. PT Bahari Cakrawala Sebuku |
| 7. PT Banjar Intan Mandiri | 18. PT Borneo Indobara |
| 8. PT Selo Argodedali | 19. PT Gunung Bayan Pratama |
| 9. PT Ekasatya Yanatama | 20. PT Kartika Selabumi Mining |
| 10. PT Selo Argokencono Sakti | 21. PT Mandiri Intiperkasa |
| 11. PT Sumber Kurnia Buana | 22. PT Indexim Coalindo |
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar