
JAKARTA. Kementerian Keuangan sudah berkoordinasi dengan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) terkait 2.000 perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang terindikasi menggunakan modus special purpose vehicle (SPV) untuk menghindari pajak. Perusahaan PMA tersebut akan menerima konsekuensi, termasuk risiko pencabutan izin usaha.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menandaskan, data PMA sudah dilaporkan ke BKPM untuk pengecekan lebih lanjut. Jika terbukti PMA tersebut melakukan penghindaran pajak, Kemkeu akan meminta BKPM menindaknya. “Terserah BKPM mau diapakan. Pokoknya harus ada konsekuensi tindakan mereka yang menghindari pajak,” tandas Bambang, Senin (28/3).
Direktur Jenderal Pajak ken Dwijugiasteadi mengatakan, PMA yang dilaporkan terdiri dari beberapa jenis sektor usaha, antara lain dari sektor kimia dan perdagangan. Menurutnya, perusahaan-perusahaan itu tidak membayar pajak penghasilan (PPh) Pasal 25-29 terus menerus dengan dalih merugi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, sementara ini ada sekitar 2.000 perusahaan PMA yang sudah terindikasi. Ada tiga hal yang membuat 2.000 perusahaan itu diduga melakukan penghindaran pajak.
Pertama, merupakan perusahaan afiliasi yang induknya berada di luar negeri sehingga rawan proses transfer pricing. Sebab ada perbedaan tarif antara Indonesia dengan negara partner, sehingga mereka menjual dengan harga murah dan mereka membeli bahan baku dengan harga lebih tinggi. “Perusahaan di Indonesia mengalami kerugian, sementara perusahaan asing yang untung,” kata Mekar.
Untuk kasus transfer pricing ini, Ditjen Pajak telah membentuk unit antitransfer pricing. Tahun lalu bahkan unit ini bisa menyelamatkan Rp 20 triliun atas koreksi data pajak yang dilakukan.
Kedua, banyak perusahaan yang waktu pengajuan izinnya mendapatkan fasilitas tax allowance maupun tax holiday. Saat mengajukan fasilitas tersebut, PMA membesar-besarkan biaya pembelian barang modal. Ketika masa berlaku fasilitas habis, biaya pembelian barang modal menjadi lebih tinggi sehingga menyebabkan besarnya depresiasi penyusutan.
Ketiga, indikasi penggantian nama perusahaan yang telah mendapatkan tax allowance dan tax holiday. Hal tersebut dilakukan agar perusahaan kembali mendapatkan kedua fasilitas itu. Perusahaan itu pun kembali berdalih merugi.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar