Inggris Bentuk Satgas Pajak

 

Perdana Menteri Inggris akan menyelidiki nama-nama dalam Panama Papers

LONDON. Efek Panama Papers terus bergulir. Setelah regulator Uni Eropa (UE) merombak aturan pajak, kini giliran Inggris bersiap melakukan tindakan tegas bagi individu dan perusahaan yang tidak bisa menjelaskan keterlibatan namanya dalam dokumen Panama.

Dokumen Panama yang berisin nama-nama klien firma hukum Mossack Fonsesca tersebut sebelumnya sempat menyebut keterlibatan Perdana Menteri Inggris David Cameron. Namun secara tegas, Cameron menyatakan sudah menjual kepemilikan saham perusahaan offshore yang diwariskan mendiang ayahnya pada tahun 2010 silam, sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.

Perusahaan offshore yang dimaksud Cameron adalah Blairmore Investment Trust. Dari penjualan saham senilai £ 30.000 atau setara US$ 42.000 itu, Cameron mengaku telah membayar pajak atas penjualan saham itu.

Meski mendapat protes akibat namanya tercantum dalam dokumen Panama, Cameron memperlihatkan ketegasannya mengungkap dan mengusut nama-nama pengusaha Inggris yang tersangkut di negara bebas pajak (tax haven). Seperti diberitakan Bloomberg, Senin (11/4), Cameron akan membentuk satuan tugas atawa task force tax yang terdiri dari unsur lembaga perpajakan dan hukum, untuk mengejar nama-nama dalam dokumen Panama.

Hasil investigasi yang tertuang dalam Panama Papers memang langsung mendapat reaksi dunia. Pemerintah Australia dan Selandia Baru sebelumnya dikabarkan tengah menyelidiki wajib pajak yang tersangkut namanya dalam Panama Papers. Kantor Pajak Australia menyatakan tidak kurang dari 800 warganya yang disebut-sebut pada dokumen Panama.

Di Swiss, dokumen Panama telah membantu pemerintah setempat mengusut korupsi pada tubuh Federasi Sepakat bola Dunia (FIFA). Selain itu, pihak kepolisian Swiss juga sempat menggerebek sebuah gudang seni di Jenewa dalam rangka mengungkap sengketa lukisan Amedeo Modigliani.

Kebebasan arus modal

Namun tak sedikit yang membela keberadaan perusahaan offshore di negara bebas pajak. Seperti Nigel Lawson, mantan Menteri Keuangan inggris.

Lawson menilai, reaksi public terkesan terlalu berlebihan sehingga menutup fakta tentang keberadaan perusahaan offshore tersebut. Kata dia, perusahaan tersebut tidak melanggar hukum dan berguna dalam perdagangan internasional asalkan membayar pajak dengan benar.

“Kalian tidak akan merasakan perkembangan seperti yang disebut emerging world, jika tidak ada kebebasan arus modal,” tutur Lawson seperti dikutip Bloomberg. Ia mengingatkan, yang dibutuhkn adalah kerjasama antara lembaga pajak diseluruh negara dunia.

Sebelummya Komisi Eropa akan merilis pajak korporasi baru. Fokus aturan baru ini, mewajibkan perusahaan untuk mempublikasikan setoran pajak di masing-masing 28 negara Uni Eropa. Ada kemungkinan, korporasi Uni Eropa wajib melaporkan pajak yang dilakukan di luar kawasan euro.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar