Jakarta. Pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) atas pertumbuhan ekonomi kuartal I 2016 menyesakkan. Ekonomi kita di tiga bulan pertama tahun ini nyatanya tumbuh mini, hanya 4,92%.
Capaian pertumbuhan ekonomi ini memang lebih tinggi dari kuartal I 2015 yang hanya 4,73%. Namun, angka ini justru turun dari kuartal IV 2015. Saat itu, ekonomi kita mampu tumbuh 5,04%.
Jika menelisik lebih dalam, masih rendahnya angka pertumbuhan ekonomi dipicu beberapa sebab. Pertama, terbatasnya pertumbuhan belanja pemerintah, yang di luar ekspektasi.
Pengeluaran pemerintah ternyata hanya tumbuh 2,93%, tak jauh berbeda dari periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 2,91%. Bahkan jika dibanding kuartal IV 2015, belanja pemerintah justru turun 49,45%.
Janji pemerintah untuk mengeksekusi belanja dengan cepat nyatanya tak terwujud.
Kedua, mininya investasi yang masuk ke Indonesia juga menjadikan ekonomi lelet. Pertumbuhan investasi kuartal I justru turun 5,75% bila dibandingkan kuartal IV 2015. Namun naik 5,57% dibanding kuartal I 2015.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tiga bulan pertama tahun ini juga dipicu masih rendahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan belanja rumah tangga atau masyarat kuartal I tahun ini hanya tumbuh 0,17% dibandingkan dengan kuartal IV 2015.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Suhariyanto menambahkan, masih kecilnya konsumsi masyarakat terjadi akibat pergeseran masa panen, terutama pertanian tanaman pangan. Pada kuartal I-2016 sektor pertanian hanya tumbuh 1,85%, lebih rendah dari kuartal I-2015 sebesar 3,8%.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, meski tumbuh lambat, konsumsi rumah tangga masih jadi penggerak dominan dalam struktur produk domestik bruto (PDB) ke depan. Makanya, “Daya beli masyarakat harus mampu dipertahankan karena ini yang bisa bisa dikontrol pemerintah lewat stimulus. Pos lain susah, di luar kontrol pemerintah,” ujar Lana.
Saat ini, masyarakat masih menahan belanja untuk antisipasi kebutuhan kuartal II. Lana meyakini pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II-2016 akan membaik. Sehingga ekonomi kuartal II-2016 bisa tumbuh 5%.
Syaratnya: pemerintah harus bisa menjaga stabilitas harga bahan pokok. Dengan capaian di awal tahun ini, dia memprediksi pertumbuhan ekonomi 2016 ini tak lebih dari 5,12%, lebih mini dari asumsi APBN 2016 sebesar 5,3%.
Berbagai stimulus fiskal yang diberikan pemerintah lewat paket ekonomi I hingga 12, termasuk turunnya BBM belum efektif untuk mendongkrak ekonomi.
Pun dengan stimulus moneter berupa penurunan suku bunga. “Paket kebijakan belum sampai ke level teknis,” ujar Lana, Rabu (4/5).
Ekonom Maybank Juniman menambahkan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum berdampak signifikan untuk mendorong pertumbuhan. Guna memaksimalkan konsumsi masyarakat, pemerintah bisa memberikan insentif baru.
Misalnya dengan merealisasikan rencana penerapan pajak penghasilan (PPh) final bagi sektor padat karya. “Pemerintah juga harus memaksimalkan belanja infrastruktur. Belanja modal masih belum berkontribusi maksimal bagi ekonomi,” jelas Juniman.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar