JAKARTA – Dibandingkan negara ASEAN lain, gap pendanaan infrastruktur Indonesia menjadi yang paling besar. Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) menghitung, kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai US$ 1.162 miliar, namun dana yang tersedia hanya US$ 441 miliar.
Ini berarti, Indonesia masih membutuhkan pembiayaan infrastruktur sampai dengan US$ 721 miliar hingga tahun 2030. Nilai pembiayaan infrastruktur yang dibutuhkan Indonesia ini jauh dibandingkan lima negara ASEAN lain, yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Singapura, menurut laporan HSBC,mengalami laporan HSBC, mengalami surplus pembiayaan infrastruktur hingga US$ 27 miliar sampai 2030.
Managing Director, Co Head of Infrastructure and Real Estate Group, Asia Pacific Global Banking HSBC James Cameron mengatakan, Indonesia sebetulnya dalam beberapa tahun terakhir terus meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur. “Namun, kendala birokrasi masih jadi penghambat penyerapan anggaran,” ujarnya, Selasa (11/8).
Selain kendala birokrasi, kurang matangnya persiapan proyek infrastruktur di Indonesia juga menjadi penyebab mengapa perbankan tidak kunjung masuk infrastruktur. “Banyak proyek yang tidak bankable,” katanya. Apalagi sampai saat ini, pembebasan lahan masih juga menjadi masalah serius di Indonesia.
Walau begitu, menurut Cameron, HSBC tetap berkomitmen untuk terlibat dalam pendanaan di sejumlah proyek infrastruktur. Salah satu fokus pembiayaan infrastruktur yang dilirik adalah pembangunan pembangkit listrik, energi, dan pertambangan.
Skema PPP tak jalan
Bahkan HSBC mengaku telah memimpin sindikasi pembiyaan pembangunan pembangkit listrik 2.000 MW Jawa 7 yang telah menyelesaikan financial close di 2016.
Cameron bilang, masalah dan kesenjangan anggaran di infstruktur bukan hanya terjadi di Indonesia. HSBC menghitung, total pembiayaan pembangunan infrastruktur di enam negara ASEAN hingga 2013 mencapai US$ 2,1 triliun. Dari jumlah itu, yang mampu dibiayai diperkirakan hanya US$ 910 miliar.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui, Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan dalam merealisasi proyek infrastrukturnya.
Salah satunya terkait mekanisme pendanaan melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta atau Public Private Partnership (PPP) yang sulit terealisasi. Banyak proyek yang dibiayai dengan skema PPP tidak berjalan sesuai rencana.
Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, peranan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal. Apalagi, pemerintah akan menawarkan sejumlah proyek infrastruktur utnuk dikerjasamakan dengan swasta pada tahun depan.
Deputi Sarana dan Prasaran Bappenas Wismana Adi Suryabarta menambahkan, nilai investasi yang akan ditawarkan ke swasta mencapai Rp 380 triliun. Beberapa proyek itu antara lain jalan tol dan sektor energi. “Proyek jalan tol ada sekitar Rp 300 triliun, sedang proyek di sektor energi sekitar Rp 70 triliun –Rp 80 triliun,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono menambahkan, bebrapa proyek jalan tol yang akan ditawar pemerintah ke swasta antara lain proyek jalan tol Trans-Sumatera.
Penulis: Asep Munazat Zatnika, Uji Agung Santosa
Sumber: Harian Kontan,, 9 November 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar