Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara terkait buntunya negosiasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Google Asia Pasific Pte. Ltd. terkait pajak yang harus dibayarkan Google di Indonesia. Menurut dia, timnya bersama Google akan duduk bersama untuk memverifikasi data yang dimiliki keduanya.
“Saya minta kepada tim saya untuk terus melihat dan berkomunikasi. Pada tahun baru, akan ada pembahasan lebih lanjut mengenai detail dari basis perhitungan (pajak Google),” kata Sri Mulyani saat ditemui di Four Seasons Hotel, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2016.
Sri Mulyani berujar, Ditjen Pajak telah melakukan estimasi berdasarkan data-data yang dimilikinya mengenai volume dan nilai dari transaksi Google. “Tentu mereka memiliki versi mereka. Pada akhirnya, yang bisa dipegang oleh kedua belah pihak adalah apabila kita bisa verifikasi data versi Ditjen Pajak atau versi Google,” ujarnya.
Pada prinsipnya, menurut Sri Mulyani, pemerintah menyambut baik semua aktivitas yang diambil oleh semua perusahaan yang berbisnis di Indonesia. “Namun, dari sisi hak negara dan kewajiban untuk membayar pajak, kami ingin bahwa itu dilakukan secara fair dan penuh dengan kepatuhan.”
Sri Mulyani menegaskan, semua perusahaan yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia, harus membayar pajak. Namun, dia tidak bisa menampik bahwa Google juga membawa manfaat bagi masyarakat. “Entah teknologi, entah nama, entah perangkat, untuk Indonesia bisa mendapat manfaat dari search engine itu.”
Pemerintah, kata Sri Mulyani, akan menghormati investasi yang dimiliki Google. Namun, jika Google mendapatkan keuntungan dari kegiatan mereka di dalam negeri, Indonesia perlu mendapatkan haknya. “Tinggal bagaimana kita menyetujui dan mengkalkulasi berapa value yang datang dari Indonesia,” katanya.
Kesepakatan negosiasi pajak (settlement) antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Google Asia Pacific Pte. Ltd. menemui jalan buntu. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv berujar, dengan tidak maunya Google, proses pemeriksaan bukti permulaan akan dilanjutkan.
Google disinyalir tidak mau membayar pajak karena merasa total tagihan pajak hanya sekitar Rp 337,5-405 miliar. Namun, Ditjen Pajak menghitung, penghasilan Google bisa mencapai Rp 6 triliun pada 2015 dengan penalti sebesar Rp 3 triliun. Ditjen Pajak pun bersedia memberikan keringanan tarif Rp 1-2 triliun.
Saat ini, Ditjen Pajak telah meminta Google untuk memberikan laporan keuangannya dalam satu bulan ke depan agar bisa segera diproses melalui tarif pidana pajak biasa dengan denda 150 persen. “Kalau tetap tak memberi laporan keuangan, akan didenda 400 persen karena masuk dalam tahap investigasi,” ujar Haniv.
Sumber : tempo.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan