Belanja RP 100 juta Wajib NPWP

Mulai 2015, transaksi senilai Rp 100 juta – Rp 200 juta diwajibkan melampirkan NPWP

JAKARTA. Kontribusi penerimaan dari Wajib Pajak (WP) orang pribadi sangat minim. Untuk mendongkraknya, pemerintah  akan mewajibkan penggunaan  Nomor  Pokok Wajib Pajak  (NPWP)  dalam setiap  transaksi  barang mewah. Selain untuk menambah jumlah wajib pajak, kewajiban ini untuk melihat kebenaran pembayaran  pajak  pembeli barang mewah.

tax17
Ketentuan  ini  akan  diatur melalui  Peraturan  Menteri Keuangan (PMK) tentang perlunya  transaksi  pembelian barang dengan kisaran Rp 100 juta-Rp 200 juta ke atas harus menyerahkan NPWP. Barang yang  dibeli  bisa  berbentuk barang bergerak seperti mobil dan perhiasan, dan bisa dalam bentuk barang tidak bergerak seperti rumah ataupun tanah. Sekarang, Kemkeu sedang menggodok aturan  tersebut.
Rencananya akan keluar dalam waktu dekat dan berlaku pada tahun 2015. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, aturan ini sudah ada dasarnya dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) bahwa untuk transaksi tertentu  harus  mencantumkan NPWP.  “Hanya sampai sekarang  ini pelaksanaannya belum disiplin menyeluruh. PMK ini nantinya untuk menegaskan  kembali  perlunya  itu (NPWP),”  ujar Bambang,  di Jakarta, Kamis (18/12).
Alasan perlunya NPWP dalam transaksi pembelian adalah  sebagai  basis  profiling, yaitu profi data wajib pajak. Profil data wajib pajak menjadi  sangat  dibutuhkan  agar bisa melihat pembayaran pajak yang selama ini dilakukan lalu  dibandingkan  dengan transaksi pembelian.
Perluas jangkauan

Kalau  ternyata  si  pembeli tersebut membayar pajak tahunan  sangat kecil,  sedangkan  transaksi pembeliannya mencapai ratusan juta, maka diduga  terjadi kesalahan dalam pembayaran pajak. Direktorat  Jenderal  Pajak  (DJP) Kemkeu bisa menindaklanjutinya dengan memeriksa kebenaran kewajiban pajak dan mencocoknya  dengan  aset wajib  pajak.  Jika  terbukti, wajib pajak harus membayar kekurangan pajaknya.

DJP mencatat baru menerbitkan NPWP sekitar 28  juta hingga Oktober 2014. Padahal, jumlah wajib pajak di Indonesia  diperkirakan  mencapai sekitar 60 juta orang. Langkah  ini menjadi kebijakan penting bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak tahun depan. Mengingat, target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) 2015 adalah Rp 1.201,7 triliun.

Penerimaan perpajakan keseluruhan  termasuk  dari  bea cukai mencapai  Rp  1.380,0 triliun  dengan  rasio  pajak 12,38%.  Jumlah  itu kemungkinan semakin naik di APBN Perubahan 2015 karena Presiden Joko Widodo menginginkan penambahan target pajak hingga Rp 600 triliun.

Padahal, tahun ini saja dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.072,4 triliun, diperkirakan akan ada shortfall atau  penurunan  sebesar Rp 75,2 triliun. Realisasi penerimaan pajak hingga 14 November 2014 baru 75,73%, atau Rp 812,1  triliun dari  total  target Rp 1.072,4 triliun.

Penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) orang pribadi sangat minim. Buktinya,  PPh  pribadi  karyawan mampu menyumbang Rp  93 triliun, sedangkan non karyawan hanya Rp 4 triliun.
Padahal, banyak orang kaya Indonesia yang bukan tergolong non karyawan. Mereka umumnya menjalani profesi sebagai artis, pengacara, dokter,  hingga  pengusaha  kecil dan menengah.
Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam berpendapat, pemerintah sudah seharusnya menerapkan kewajiban NPWP sejak dulu. Selain itu, kewajiban menyertakan NPWP bisa diperluas cakupannya dan tidak hanya  untuk  pembelian  Rp 100  juta-Rp 200  juta ke atas.”Perlu diturunin hingga pembelian Rp 50 juta,” terangnya.

Jangkauan  transaksi pembelian yang diperluas sangat baik untuk menjaring subjek pajak yang lebih luas lagi. Darussalam mengakui,  penerimaan dari wajib pajak orang pribadi masih kecil, porsinya hanya 0,4% dari total penerimaan  pajak.  Porsi  tersebut adalah porsi yang sangat minim di tengah besarnya transaksi pembelian orang pribadi per hari. Darussalam menegaskan, pemerintah ke depan harus fokus pada orang pribadi untuk bisa menggenjot penerimaan pajak.
Di samping itu, pemerintah perlu memperluas  cakupan NPWP  tidak  hanya  sebatas transaksi pembelian. Darussalam berpendapat, urusan permohonan izin bangunan ataupun perizinan lain yang memiliki  nilai  aset  atau  bisnis puluhan juta rupiah juga harus menunjukkan NPWP. Dengan begitu, DJP bisa memiliki wajib pajak yang besar.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar