Kenaikan target penerimaan cukai tahun ini menjadi Rp 194,99 triliun mengkhawatirkan industri minuman berkarbonasi. Penolakan kenaikan cukai industri rokok menyulutkan kecemasan pengenaan cukai atas bisnis minuman bersoda.
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akhirnya sepakat, penerimaan kepabeanan dan cukai naik sebesar Rp 6 triliun, dari Rp 188,94 triliun di APBN 2015 menjadi Rp 194,99 triliun. Kondisi ini pula yang menyulutkan kecemasan di kalangan industri.
Salah satunya industri rokok yang langsung berteriak, memprotes rencana pemerintah menaikkan lagi lagi tarif cukai. Pasalnya, jelang, pembahasan RAPBN-P 2015, bea cukai, sudah mengirimkan sinyal menaikkan tarif cukai rokok 8,7% di tahun ini.
Protes industri rokok yang mengur belakangan memang membuat pemerintah mengendurkan niat Bea Cukai yang mengaku akan menurunkan prosentase kenaikan cukai atas rokok. “Tak lagi 8,7% tapi lebih kecil dari itu,” ujar Mantan Direktur Penerimaan dan Kepabeanan Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Susiwijono Moegiarso yang kini menjadi staf ahli Menteri Keuangan bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi.
Penurunan tarif cukai rokok memang membawa dampak ke bea cukai. Ada potensi target penerimaan cukai rokok tahun ini gagal.
Ini pula yang menerbitkan kecemasan industri lain.
Salah satunya industri minuman bersoda atau berkarbonasi. Mereka khawatir, pemerintah akan mengenakan cukai atas minuman berkarbonasi.
Apalagi, pemerintah juga sempat memasang target lumayan tinggi dari penerimaan cukai minuman bersoda, yakni Rp 3 triliun atau setara dengan pengenaan cukai sebesar Rp 3.000 per liter atas minuman bersoda.
Data Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyebutkan, penjualan minuman berbuih di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tahun ini, pasar minuman karbonasi tahun ini berpeluang tumbuh 7% dari 698,2 juta liter di 2014 menjadi 747 juta liter di 2015.
Perusahaan minuman karbonasi yang mencicipi manisnya pasar minnuman ini adalah; Coca-cola, Big Cola dan Pepsi. Suroso Natakusuma, Sekretaris Jenderal Asosiasi Minuman Ringan (Asrim), kepada KONTAN beberapa waktu lalu mengatakan, perusahaan minuman karbonasi yang mencicipi manisnya bisnis ini adalah; Coca-Cola, Big Cola dan Pepsi. Suroso bilang, Coca-cola diperkirakan menguasai pasar 50%, adapun Big Cola menguasai pasar 20% dan Pepsi menguasai 20%, sisanya produsen lain.
Peluang bisnis minuman bersoda berbuih juga masih dimungkinkan lantaran tingkat konsumsi warga Indonesia masih rendah. Suroso bilang, tingkat konsumsi minuman karbonasi Indonesia ada di angka 3 liter per kapita. Adapun, Filipina 34,1 liter, Thailand 32,2 liter, Malaysia 19 liter, Vietnam 6,2 liter, Kamboja 4,5 liter.
Hanya, pengenaan cukai untuk minuman berkarbonasi juga akan mengembangkan protes. Selain industri minuman bersoda buihnya masih kecil, di luar negeri, cukai dikenakan untuk minuman bergula tinggi, bukan atas minuman bersoda.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar