Insentif fiskal yang akan terbit pada awal April 2015 ini berupa tax holiday, tax allowance dan keringanan pajak di kawasan KEK.
JAKARTA. Ini kabar baik buat para pelaku usaha. Pemerintah akan memenuhi janjinya menerbitkan insentif fiskal bagi pengusaha. Ada tiga insentif fiskal yang akan diberikan pemerintah untuk mendorong investasi di tanah air. Insentif fiskal ini akan diterapkan awal April 2015.
Pertama, pemberian insentif fiskal itu tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak penghasilan (PPh) badan atau dikenal dengan tax holiday.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, perubahan mendasar dalam fasilitas tax holiday versi baru adalah keleluasaan pengusaha untuk mendapatkan pengurangan PPh badan.
Sebelumnya, perusahaan yang menerima fasilitas tax holiday bakal mendapatkan pembebasan PPh badan dengan jangka waktu paling lama 10 tahun dan paling singkat selama lima tahun.
Nah, di dalam aturan yang baru, jangka waktu pembebasan PPh badan akan lebih fleksibel. Misalnya, untuk industri tertentu yang memang dibutuhkan Indonesia seperti industri kilang, periode insentif bisa mencapai 15 tahun.
Bambang menegaskan, dalam revisi terbaru, pemerintah juga mengganti istilah penyebutan “pembebasan” PPh badan. “Kita menyebutnya bukan pembebasan. Jadi, namanya pengurangan PPh,” ujar mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini, akhir pekan lalu.
Bambang menambahkan, untuk industri yang mendapatkan fasilitas tersebut dengan minimum investasi, tidak mengalami perubahan. Artinya, tax holiday tetap diberikan kepada industri pioner pada lima sektor. Yakni, industri logam dasar, pengilangan minyak bumi, permesinan, sumber daya terbarukan, dan peralatan komunikasi dengan rencana investasi paling sedikit sebesar Rp 1 triliun.
Hanya saja, dalam aturan anyar, ada klausul baru yang menyebutkan apabila perusahaan yang mengajukan tax holiday namun tidak berhasil, maka perusahaan tersebut bisa diberikan tax allowance.
Empat fasilitas
Kedua, fasilitas tax allowance. Ada tiga komponen baru yang bisa dapat kompensasi kerugian dengan terbitnya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2011 ini, yaitu perusahaan yang melakukan reinvestasi, riset pengembangan (R&D), dan perusahaan berorientasi ekspor.
Bambang bilang, tingginya repatriasi aset dan dividen pada triwulan II setiap tahunnya menjadi alasan pemerintah memasukkan unsur repatriasi. Namun, bagi perusahaan yang berorientasi ekspor dengan kapasitas tertentu, akan dapat insentif itu. Sayangnya, Bambang belum mau mengungkapkan jumlah persentase ekspor yang disyaratkan pemerintah untuk mendapatkan insentif fiskal tersebut.
Yang jelas, menurut Astera Prima Bhakti, Staf Ahli Menkeu Bidang Penerimaan Negara, ada empat fasilitas yang bisa dinikmati pengusaha dari kebijakan tax allowance.
Pertama, pengurangan pajak maksimal 30% selama enam tahun. Kedua, akselerasi depresiasi dan amortisasi. Ketiga, perpanjangan kompensasi kerugian dengan ada unsur tambahan reinvestasi, R&D dan orientasi ekspor. Tambahan kompensasi lima tahun. Jadi, maksimum pemberiannya adalah 10 tahun.
Keempat, pembayaran dividen kepada subjek pajak luar negeri yang menjadi pemilik perusahaan tersebut. Aturan umum adalah 20%. Tapi, dengan menerima tax allowance, pembayaran PPh atas dividen yang dibayarkan subjek pajak diturunkan jadi 10%.
Insentif ketiga berupa keringanan pajak bagi pengusaha di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Setiap perusahaan yang masuk dalam KEK berhak menerima tax allowance. Asalkan, perusahaan itu telah memenuhi syarat untuk menerima tax holiday.
Pemerintah berharap pemberian tiga insentif fiskal sekaligus itu mampu mendorong investasi di tanah air. Salah satunya adalah investasi di sektor industri manufaktur.
Pasalnya, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, hanya industri manufaktur yang bisa diharapkan mendorong kinerja ekspor. “Kami harap dunia usaha memahami bahwa pemerintah tidak hanya fokus (mengejar) penerimaan pajak, tapi juga pemberian insentif pajak,” kata Bambang.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, kebijakan pemerintah seharusnya mendorong investasi yang memberikan nilai tambah. Misal, pada industri bahan baku atau setengah jadi yang selama ini ketergantungan pasokan impor.
Jadi, ketika fasilitas insentif diberikan, setidaknya dalam lima tahun ke depan ketergantungan impor bisa berkurang. Hanya, kata Lana, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah aspek penerimaan pajaknya. “Jangan terlalu obral insentif karena bisa mengurangi target penerimaan pajak,” kata Lana.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar