Dunia perpajakan berkembang pesat dan sangat dinamis. Perubahan corak bisnis dan ekonomi beberapa tahun terakhir membuat beberapa ketentuan dalam undang-undang (UU) perpajakan ketinggalan zaman.
Momentum amandemen UU perpajakan yang diawali dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) seyogianya dimanfaatkan untuk membangun fondasi sistem perpajakan Indonesia yang kokoh. Bukan sekadar tambal sulam yang menyisakan lubang masalah di kemudian hari.
UU KUP adalah hukum formal perpajakan yang memungkinkan ketentuan material dapat dijalankan dengan baik. Tidak sekadar berisi ketentuan umum, tata cara, serta hak dan kewajiban, UU KUP juga memuat visi perpajakan Indonesia. Dengan demikian, UU KUP memiliki kedudukan sentral dalam sistem perpajakan kita.
Bangunan sistem perpajakan Indonesia didirikan dan ditopang oleh filosofi dan konsep fundamental yang dianut UU KUP. Ciri penting UU KUP adalah self-assessment system, yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajian pajaknya. Fiskus atau aparat pajak sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Kemandirian bangsa melalui pembiayaan negara dan pembangunan dikedepankan, sehingga terjaminnya penerimaan pajak menjadi hal penting. Roh ini merasuki seluruh bangunan UU yang menempatkan penyelesaian administrasi mendahului penyelesaian pidana (primum remedium) dengan berbagai alasan pemaaf, lantaran sanksi merupakan sarana membangun kepatuhan pajak.
Meminjam Erich Kirchler (2008), bangunan sistem perpajakan ibarat atap licin (slippery slope) yang ditopang kepercayaan pada otoritas pajak (trust in tax authority), dan kekuasaan otoritas pajak untuk memungut pajak (tax authority power to tax). Implikasinya adalah, peningkatan kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dan kepatuhan paksaan (enforced compliance) harus berjalan seiring. Frans Vanistendael (1998) juga menegaskan,prinsip-prinsip penting UU perpajakan yaitu principle of equality, principle of fair play or public trust in tax administration, principle of proportionality or ability to pay.
Secara menyeluruh
Bertolak dari visi dan prinsip dasar di atas, perubahan UU KUP sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dan diarahkan untuk membangun sistem perpajakan Indonesia yang mantap di masa depan. Jadi, pokok-pokok perubahan yang bisa dipertimbangkan dalam revisi UU KUP antara lain:
Pertama, penegasan pentingnya membangun sistem perpajakan yang ditopang sistem kepatuhan pajak yang baik. Ini berarti, penegasan self-assessment system melalui perlakuan setara semua wajib pajak di hadapan hukum, dan penghormatan hak wajib pajak seimbang dengan kewenangan otoritas pajak dalam memungut pajak. Paradigma membina dan mendorong kepatuhan dikedepankan sehingga implikasinya sanksi perpajakan dikenakan secara selektif dan terukur untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara agregat.
Kedua, sifat administrative penal law pada UU KUP dipulihkan dan dipertegas. Penyelesaian administrasi didahulukan dan sanksi pidana merupakan upaya terakhir (ultimum remedium). Sekuensi pembetulan sendiri dan pengungkapan ketidakbenaran menurut pasal 8 UU KUP, pembedaan tegas tindak pidana yang sengaja (dolus) dan tidak sengaja (culpa), pidana karena kealpaan dan pertama kali di Pasal 13A, hingga penyelesaian tindak pidana melalui Pasal 44B, harus mempertimbangkan distorsi antara sanksi administrasi yang sangat tinggi dan sanksi pidana yang justru bisa sangat ringan.
Ketiga, jaminan kemudahan dan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam menjalankan haknya. Bukan rahasia jika penyelesaian pengembalian pajak atau restitusi di Indonesia termasuk yang terlama di dunia (OECD:2013). Jika rerata negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) membutuhkan paling lama empat bulan hingga lima bulan menyelesaikan restitusi, Indonesia perlu 12 Bulan untuk mengembalikan kelebihan bayar wajib pajak.
Sudah saatnya Pasal 17 UU KUP ditinjau lagi dengan memperpendek jangka waktu restitusi melalui penyederhanaan pemeriksaan lebih bayar dan fiskus tidak dibebani pemeriksaan yang tidak perlu. Hak wajib pajak untuk mendapatkan imbalan bunga sebaiknya juga dijamin dan dipermudah.
Keempat, perubahan paradigm restitusi di Pasal 17 memberi keleluasaan fiskus untuk menguji kepatuhan wajib pajak melalui pemeriksaan yang didasarkan pada compliance risk management yang baik. Sehingga, memberi kepastian hukum dan menjauhkan kesan “berburu di kebun binatang”.
Kelima, Pasal 25 ayat (3a) dan (7) serta Pasal 27 ayat (5a), (5b) dan (5c) diubah, agar menjamin hak negara atas pajak yang masih harus dibayar tanpa harus ditunda karena pengajuan keberatan atau banding. Di sisi lain, UU harus menjamin pemeriksaan pajak dilaksanakan secara professional, objektif, dan fair melalui penguatan fungsi quality assurance (QA) dan keberatan. Penelaah keberatan harus dijamin independensi dan profesionalitasnya dalam menyelesaikan sengketa perpajakan tanpa intervensi. Jangka waktu penyelesaian keberatan sebaiknya diperpendek menjadi enam bulan.
Keenam, penguatan kedudukan dan kewenangan penyidik pajak dengan kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), serta koordinasi dengan penegak hukum lainnya yang dipertegas dan diperjelas.
Pokok-pokok usulan revisi UU KUP di atas tentu saja tidak menutup kemungkinan perubahan lainnya yang lebih spesifik. Di atas segalanya, kita harus belajar dari pengalaman, bahwa tambal sulam kebijakan pajak hanya akan menciptakan ketidakpastian hukum dan kebingungan menentukan arah sistem perpajakan.
Sudah saatnya, paradigma pajak sebagai kegotongroyongan dikedepankan sehingga perubahan seyogianya melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan. Jika kita menyadari batas-batas negara dalam memungut pajak dan sepakat membangun sistem perpajakan yang partisipatif, fiskus dan wajib pajak hanyalah dua sisi wajah dari koin patriotisme.
Sudah saatnya, keduanya bekerjasama dalam keterbukaan dan saling percaya, demi tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara yaitu kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia : Memenangkan keduanya adalah keniscayaan.
Sumber: KONTAN
pajak@pemeriksaanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar