Sanksi Pidana Bagi Pengguna Valas

rupiah

Jakarta. Keinginan Bank Indonesia (BI) mempersempit penggunaan valuta asing (valas) di Indonesia akhirnya direalisasikan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aturan ini diharapkan bisa mengurangi transaksi valas di dalam negeri. Ujung-ujungnya, karena permintaan valas turun, rupiah akan menguat.

Beleid ini akan berlaku bagi transaksi tunai sejak pbi ini ditandatangani. Sedangkan untuk transaksi non tunai, BI memberi waktu hingga 1 Juli 2015. Artinya, bersiaplah menerima sanksi jika tetap menggunakan valas atau mencantumkan harga dalam valas saat transaksi di Indonesia.

Para penjual barang elektronik, manajemen hotel hingga perusahaan travel yang sering menggunakan kuotasi alias pencantuman menggunakan mata uang dollar AS kini harus berhati-hati.

Bagi siapa saja yang melanggar, sanksi pidana sudah menunggu. Sanksi yang diberlakukan mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yakni kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 200 juta.

Nah, bagi mereka yang melanggar dalam bentuk transaksi non tunai, sanksinya diberikan secara bertahap. Di tahap awal, ada sanksi teguran tertulis. Lalu meningkat menjadi denda membayar 1% dari nilai transaksi dengan maksimal denda Rp 1 miliar dan larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

BI optimis, aturan baru yang diluncurkannya ini bakal sukses. Alasannya, pengawasan aturan ini tidak hanya dilakukan oleh BI sendiri. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto bilang, untuk mengawasi ketentuan ini, BI menggandeng Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri.

Pertimbangan BI mengeluarkan aturan ini, lantaran transaksi valas yang terjadi di dalam negeri menjadi salah satu pendorong terpuruknya nilai tukar garuda. Pertimbangan lain, larangan transaksi valas di dalam negeri diterapkan karena nilai kurs yang dicantumkan cenderung menguntungkan pihak yang menjual dollar AS. Kurs itu pun merugikan konsumen.

Berdasarkan data Departemen Statistik BI, transaksi valas di Indonesia yang sebenarnya dilarang dilakukan mencapai lebih dari US$ 6 miliar per bulan. Sekitar 95% dilakukan dalam bentuk non tunai, dan 5% dalam bentuk tunai. “Padahal rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI,” ujar Eko, Kamis (9/4).

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar