JAKARTA. Tahun 2015 merupakan periode yang cukup sulit khususnya bagi kalangan pelaku industry padat karya dalam negeri. Selain mata uang garuda yang terus mengalami tekanan terhadap dollar AS, kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) juga mempengaruhi kinerja dari pelaku industry ini.
Marga Singgih, ketua bidang pengembangan bisnis dalam negeri Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menjelaskan, kenaikan UMR merupakan ritual rutin tahunan, yang jadi pemicu kenaikan harga jual. Kenaikan UMR secara otomatis akan memicu kenaikan harga jual produk. “Ini efek bola salju, kalau naik yang lain pasti naik semua,” jelasnya, Selasa (14/4).
Marga juga meminta agar kenaikan UMR sesuai dengan inflasi bukan karena desakan satu pihak saja. “Kalau menaikkan UMR jangan maunya serikat buruh saja, harusnya sesuai inflasi, jadinya berbanding lurus nanti,” imbuhnya.
Dia menyatakan, UMR sebenarnya diperuntukan untuk angkatan kerja baru seperti lulusan SMA, SMK sederajat. “Kalau pekerja lama kan sudah ada UMR yang tahun lalu, jadi enggak usah terlalu menuntut,” jelasnya.
Saat ini banyak pabrik yang tutup karena mereka tidak mampu membayar upah pekerja. Penyebab lainnya adalah masih tertekannya mata uang garuda terhadap dollar. Tekanan tersebut menyebabkan beberapa produsen yang masih menggunakan bahan baku impor dari luar negeri mesti mengeluarkan dana tambahan.
Arif P. Wirawan, Presiden Direktur PT Panatride Caraka, pemegang merek sepatu Specs menjelaskan kenaikan UMR secara langsung mempengaruhi kenaikan ongkos produksi sebesar 30%. Tambah lagi, perusahaan ,mengandalkan bahan baku impor. “Sebagian bahan baku kita beli pakai dollar, jadi cukup terasa kenaikan ongkos produksinya,” terang dia.
Arif juga menjelaskan, dengan adanya kenaikan ongkos produksi otomatis akan menaikan harga jual ke konsumen. “Kenaikannya 8%-10%”, jelasnya. Untuk kuarta I-2015 penjualan perusahaan naik 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut, untuk kuarta I-2015 nilai ekspor mencapai US$ 3 miliar atau menurun tipis dari tahun sebelumnya. Sebagai gambaran saja, tahu lalu industry tekstil mampu menembus ekspor US$ 12,6 miliar dan impor mencapai US$ 8,5 miliar.
Ade menyatakan, eskpor kuartal I-2015 turun karena industri tekstil dalam negeri sulit tumbuh. “Banyak importir non produsen,” katanya.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar