Menarik yang Baru dan Menjaga yang Sudah Ada

7Untuk menggoda para pemodal datang ke negeri ini, pemerintah tak cuma bersolek membenahi infrastruktur. Berbagai peraturan pun diutak-atik. Salah satu aturan yang belum lama ini direstui Presiden Joko Widodo adalah aturan tentang pengurangan pajak. Pada Rabu 1 April 2015, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 tahun 2011 tentang fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu, atau popular disebut tax allowance. Minimnya niat memanfaatkan fasilitas itu bisa jadi karena persayaratan yang sulit dipenuhi.

Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Haris Munandar menyebutkan, sejak kebijakan tax allowance muncul tahun 2007, baru ada 85 perusahaan yang menggunakannya.

Melalui revisi ini, pemerintah ingin membuka pintu kemudahan bagi pelaku usaha yang ingin menanamkan investasi di Tanah Air. Oleh karenanya, aturan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan fasilitas tax allowance pun diperlonggar.

Menurut aturan terbaru, mereka yang boleh mengajukan permohonan menikmati pengurangan pajak adalah perusahaan yang menginvestasikan keuntungannya, atau melakukan reinvestasi di Indonesia, dan memiliki orientasi ekspor.

Bentuk tax allowance yang akan dinikmati ada berbagai macam. Ambil contoh pengurangan pajak penghasilan, maksimal sebesar 30% dalam periode enam tahun, akselerasi depresiasi dan amortisasi, pemberian kompensasi kerugian minimum lima tahun dan maksimal 10 tahun, dan pengurangan pembayaran dividen dari 20% menjadi 10%.

Nah, bagi mereka yang melakukan reinvestasi bakal mendapat perpanjangan insentif kompensasi atas kerugian usaha selama dua tahun. Bila melakukan kegiatan ekspor sebesar 30% dari total produksi, perusahaan juga bakal mendapat tambahan kompensasi kerugian untuk perusahaan yang berorientasi ekspor.

Reinvestasi tampaknya mendapat perhatian khusus dalam aturan pemerintah yang baru. Tujuannya, untuk membendung investor yang mencari duit di Indonesia, tapi keuntungannya dilempar ke luar negeri. “Selain itu, supaya semakin banyak investor yang mau masuk ke sini,” kata Azhar Lubis, Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal (BKPM).

Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM Yuliot mengungkapkan, untuk mendapatkan fasilitas tax allowance saat ini tidak seribet tahun sebelumnya. Yuliot bilang, dalam aturan lama ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Sebut saja persyaratan teknis seperti harus ramah lingkungan, persyaratan tenaga kerja, persyaratan investasi, ataupun persyaratan produk.

Yuliot mencontohkan, kriteria Kementerian Perindustrian tentang perusahaan padat karya adalah perusahaan yang mempekerjakan minimal 200 orang. “Nah, sekalipun syarat investasi dan lain lain terpenuhi, tapi tenaga kerja yang dimiliki kurang dari 200 orang, ya sudah gugur,” jelas dia. Selain itu, dalam aturan lama tax allowance dibutuhkan waktu sampai bertahun-tahun. Penyebabnya, berkas-berkas persyaratan tersebut harus disinkronkan dengan aturan yang ada di BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan kementerian teknis yang terkait. “Pengusaha harus bolak-balik sana sini, repot,” ungkap Yuliot.

1Mengejar target

Selain untuk mengerem transfer keuntungan ke luar negeri, tujuan melonggarkan syarat mendapatkan tax allowance adalah mendukung realisasi investasi. Tahun ini, BKPM mematok target realisasi investasi sebesar Rp 519,5 triliun. Nah, revisi aturan tax allowance diharapkan dapat memancing nilai investasi selama lima tahun mendatang menjadi Rp. 3.518 triliun.

Namun Yuliot enggan menyebut target investasi yang dipasang setelah pemberlakuan tax allowance. “Kami harapkan dengan PP ini banyak perusahaan di dalam negeri melakukan investasi bernilai tambah,” kata Yuliot. Contohnya, investasi di lini usaha yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi. Dengan adanya tax allowance targetnya ada peningkatan investasi, hingga bisa menyerap tenaga kerja lebih besar sekaligus mendorong usaha yang memiliki orientasi ke pasar ekspor.

Untuk mencapai target tersebut, proses pemberian fasilitas tax allowance ini lebih banyak di BKPM. Pengurusan sudah berlangsung satu pintu, tak perlu lagi bolak-balik antara BKPM dan Kemkeu. Prosesnya pun ditargetkan hanya memakan waktu 23 hari.

Bukan hanya syarat, sektor usaha yang bisa memanfaatkan tax allowance juga diperluas, hingga sektor galangan kapal, industri pertambangan, dan industri pengolahan. Dalam aturan yang lama, industri pertambangan dan pengolahan digabung. Akibatnya, jika ada perusahaan yang hanya menjalankan di salah satu sektor saja, maka mereka tak berhak mendapatkan tax allowance.

Menurut Haris, dengan persyaratan yang dipermudah, dan perluasan sektor usaha, mungkin akan semakin banyak perusahaan yang tertarik memanfaatkan tax allowance. “Ya pelaku usaha sendiri harapannya, kebijakan ini benar-benar bisa diterapkan di lapangan. Tidak menjadi kebijakan yang justru mempersulit,” katanya.

Namun patut dicatat, penentuan layak tidaknya perusahaan mendapatkan fasilitas ini bakal dibahas dalam rapat yang melibatkan pejabat lintas institusi, termasuk Direktorat Jenderal Pajak, BKPM, dan kementerian teknis yang terkait.

Dan satu hal lagi, aturan ini belum bisa diterapkan segera. Soalnya, harus ada peraturan turunan dari PP tax allowance dalam bentuk peraturan menteri keuangan, peraturan menteri perindustrian, BKPM, dan aturan teknis lainnya. “Sabar, PP ini sendiri kabarnya baru akan terbit beberapa hari lagi,” ujar Yuliot lagi.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar