Muncul usulan pemberlakukan harga berbeda dalam menghitung pajak apartemen
Pasar apartemen yang merekah tidak hanya membetot perhatian pengembang dan para investor. Berbagai lembaga pemerintah juga kian memperhatikan unit hunian vertikal tersebut. Regulator semakin rajin menyiapkan sejumlah aturan tentang properti, baik yang masih berupa wacana atau sedang dirancang.
Tujuan penerbitan itu beragam. Baik untuk meningkatkan pendapatan pajak maupun mengatur penggunaan lahan dan penataan bangunan. Nah, aturan terbaru yang digagas Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (KATR-BPN) bisa jadi mengincar dua maksud tersebut sekaligus.
Rencana ini belum sampai pada penentuan apakah bentuk aturan hukum yang akan dipilih.
Ide dari kementerian yang dipimpin oleh Ferry Mursyidan Baldan ini adalah membedakan harga jual yang berbeda untuk unit di tower apartemen yang sama.
Niat mengotak-atik harga jual itu berarti menyiapkan nilai jual objek pajak yang baru. Dalam aturan yang berlaku kini, PBB berlaku untuk apartemen yang berjenis strata title. Nah, dalam rencana KATR-BPN, objek tetap sama, yaitu apartemen yang berstatus strata title. Cuma harga yang diatribusikan untuk seluruh apartemen di aturan masa kini adalah sama, tidak menimbang luas unit ataupun letak unit apartemen.
Direktur Pengaturan Pengadaan Tanah KATR-BPN Noor Marzuki mengatakan, ide regulasi ini tidak menyinggung target penerimaan pajak sama sekali. Ia beralasan, pajak atas properti, yang resminya bernama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan kewenangan pemerintah daerah (pemda).
Nah, motif KATR-BPN menyiapkan aturan ini adalah mengawal pemanfaatan tanah. Kementerian itu merasa perlu terlibat dalam kepastian hukum, kesesuaian tata ruang, kesesuaian pemanfaatan, produktivitas, dan perkembangan pajak atas properti. “Semua itu bagian dari pengendalian yang ada di kami,” jelas Noor.
Ide pembedaan NJOP PBB untuk apartemen ini memang baru beredar di KATR-BPN, dan belum sampai ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Tak heran, belum ada rencana apakah wacana itu akan dituangkan dalam bentuk aturan yang baru, atau dimasukkan ke dalam aturan Pajak Bumi dan Bangunan. “Pembahasan kami belum sampai ke situ, tetapi tarif pajak PBB itu memang tersendiri. Mungkin aturan PBB ini yang akan dikoreksi,” katanya.
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menyatakan, sejatinya Kementerian Agraria tidak memiliki wewenang dalam mengatur perpajakan. Namun Sigit menegaskan, pajak selalu dikaitkan dengan penghasilan, pendapatan, harga ataupun nilai jual. “Kalau keluar dari situ, tentu akan tidak efektif,” kata dia.
Kendati masih harus menempuh jalan yang panjang untuk menjadi sebuah aturan, wacana ini sejatinya sungguh menggoda para pembuat aturan. Alasan yang paling simple adalah pasar properti yang kian bergolak.
Ketersediaan lahan yang semakin terbatas di daerah perkotaan memaksa pasar, baik pengembang maupun mereka yang membutuhkan hunian, berpaling ke apartemen. Bahkan, keberadaan proyek apartemen saat ini tidak terbatas di kota yang padat penduduk, seperti Jakarta, tapi juga ke kawasan-kawasan penyangga kota. Ambil contoh Bogor, Bekasi, dan Tangerang yang merupakan kawasan satelit ibukota.
Noor menambahkan, hampir seluruh wilayah di Indonesia potensial sebagai pasar apartemen baru. Ia menyebut, developer pasti sudah mempertimbangkan betul nilai ekonomis sebelum menentukan lokasi dari proyek apartemennya.
Nah, nilai strategis dari sebuah lokasi itu bisa diartikan sebagai letak di tengah kota, mudah dijangkau, atau memiliki pemandangan yang bagus. “Kalau meilhat potensinya memang belum detail. Namun kalau dilihat secara kasat mata di Jakarta sendiri sudah tumbuh apartemen. Pemanfaatan tanah di Jakarta, bukan lagi landed, tetapi vertikal,” kata Noor.
Tren apartemen yang di atas angin juga dibenarkan Senior Associate Director Research & Advisory Cushman and Wakefield, Arief Rahardjo. Menurut dia, peminat terbesar apartemen adalah keluarga muda. Karena keterbatasan simpanan, keluarga-keluarga muda biasanya tidak mampu membeli rumah di kota. Padahal, tempat mereka mencari nafkah berada di pusat kota.
Nah, keluarga muda yang meminati apartemen biasanya berasal dari golongan ekonomi menengah. Pasokan apartemen untuk masyarakat di kelas ini mencapai 40% dari total pasokan yang ada sekarang.
Arief tak kaget dengan rencana aturan yang digagas oleh Kementerian Agraria. Ia menduga, rencana itu tidak lepas dari niat pemerintah meningkatkan revenue melalui perpajakan. Nah, pendapatan pajak yang paling potensial untuk digenjot, ya, pajak di sektor properti, seperti apartemen. “Cuma, lama-lama kebijakannya seperti diada-adakan,” tutur dia.
Memang, di pasar, harga jual unit apartemen dalam satu tower yang saman bisa berbeda. Developer memasang banderol yang berbeda untuk unit di lantai yang tak sama. Pemandangan alias view yang bisa dinikmati juga sudah lazim masuk dalam rumus perhitungan harga jual apartemen.
Pembeli pun tak berkeberatan dengan gaya penetapan harga yang diskriminatif itu. Namun, peminat apartemen, menurut Arief, akan memberi respons yang negative jika metode tersbut diberlakukan dalam perhitungan pajak.
Pasar terbesar dan teramai saat ini adalah pasar apartemen yang menyasar kalangan menengah. Apartemen untuk lower middle hingga middle class ini lokasinya juga tidak di pusat bisnis, melainkan di pinggir Jakarta, seperti di Cawang atau Kebagusan.
Rencana penurunan batas harga barang mewah yang jadi objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) saja sudah mengguncang minat membeli apartemen. Ia menduga, wacana menggunakan harga yang berbeda untuk unit apartemen bakal semakin menipiskan niat membeli hunian vertikal ini. Tentu, pihak pengembang pun cemas.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah memberi analisis yang setali tiga uang. Ia menilai, jika usulan menentukan harga jual dibedakan berdasarkan lokasi unit menjadi aturan, bisa-bisa permintaan kredit untuk membiayai apartemen anjlok. Ia beralasan, pajak merupakan faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit properti, selain faktor kecepatan kenaikan pendapatan dari pencari kredit, harga properti, bungam ekspekatasi kenaikan harga properti lain.
Kalau memang bisa seburuk itu dampaknya, apa tidak bisa ditimbang ulang, ya?
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar